Halaman

Isnin, 15 April 2013

Permudahkan Orang Yang Berhutang Denganmu



السلام عليكم ورحمة الله وبركاته





“Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli dan ketika menagih haknya (utangnya).” (HR. Bukhari no. 2076)

Hutang-piutang merupakan suatu perkara yang sering terjadi dalam urusan muamalah sesama manusia. Islam tidak melarang umatnya untuk berhutang namun hendaklah mematuhi syarat-syarat yang telah digariskan oleh Syariat. Berhutang cukup mudah untuk dilakukan, namun sukar untuk melunaskannya apabila tiba masanya. Ada orang yang berhutang mampu membayarnya dengan kadar yang segera. Ada pula yang tidak mampu membayar dengan cepat sehingga perlu beransur-ansur sehingga selesai semua hutangnya. Ada juga yang mengambil masa yang cukup lama untuk membayar hutang berikutan kesukarang dan ketidakmampuan yang ada pada diri.  

Bagi mereka yang memberikan hutang, langkah yang terbaik untuk meminta hutang ialah dengan cara tidak menyusahkan penghutang. Memberi hutang kepada seseorang itu sahaja sudah termasuk dalam perbuatan yang mulia apatah lagi tidak membebankan penghutang itu. Ia juga dikira perbuatan yang mulia lagi terpuji. Tidak membebankan disini bukanlah bermaksud tidak perlu menuntut hutang. Akan tetapi menuntut hutang tanpa membuatkan mereka berada di dalam kesusahan yang lain. Contohnya menuntut hutang lebih awal dari tempoh yang dijanjikan, meminta tambahan atau bunga atas kelewatan sehingga membebankan penghutang, mengugut dan mengancam keselamatan serta kehidupan penghutang, dan sebagainya.

Daripada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:



مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ


“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan susah, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat.Allah akan senantiasa menolong hambaNya, selagi hamba tersebtu menolong saudaranya.” [Riwayat Muslim no. 2699]

 Hadith ini menyarakankan agar memberi kemudahan pada orang miskin –baik mukmin maupun kafir- yang memiliki hutang, dengan menangguhkan pelunasan hutang atau membebaskan sebhagian hutang atau membebaskan seluruh hutangnya.” [Tuhfatul Ahwazi (7/261)]

Sungguh beruntung sekali seseorang yang memberikan kemudahan bagi saudaranya yang berada dalam kesulitan, dengan izin Allah orang seperti ini akan mendapatkan kemudahan di hari yang penuh kesulitan yaitu hari kiamat.


Menuntut Hutang Dengan Cara Yang Baik.

Dalam Sahih Bukhari, dalamBab ‘Memberi kemudahan dan kelapangan ketika membeli, menjual, dan siapa saja yang meminta haknya, maka mintalah dengan cara yang baik’.

Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى

Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli dan ketika menagih haknya (utangnya). [Riwayat Al-Bukhari no. 2076]

Yang dimaksud dengan ‘ketika menagih haknya (hutangnya)’ adalah meminta dipenuhi haknya dengan memberi kemudahan tanpa terus mendesak. [Fathul Bari, 6/385]

Ibnu Hajar mengatakan bahawa dalam hadith ini terdapat galakan untuk memberi kemudahan dalam setiap muamalah, dan galakan untuk memberikan kemudahan ketika meminta hak dengan cara yang baik. Dalam Sunan Ibnu Majah didalam Bab ‘Meminta dan mengambil hak dengan cara yang baik’. Dari Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


مَنْ طَلَبَ حَقًّا فَلْيَطْلُبْهُ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ


“Siapa saja yang ingin meminta haknya, hendaklah dia meminta dengan cara yang baik baik kepada orang yang mahu menunaikan ataupun enggan menunaikannya.” [Riwayat Ibnu Majah no. 1965. Al-Munziri menilai bahawa hadits ini sahih atau hasan]

Dari Abu Hurairah, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda untuk orang yang memiliki hak pada orang lain:


خُذْ حَقَّكَ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ


Ambillah hakmu dengan cara yang baik pada orang yang mau menunaikannya ataupun enggan menunaikannya.” [Riwayat Ibnu Majah no. 1966. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih]


Memberikan Ruang Waktu Bagi Orang yang Kesusahan

Allah Ta’ala berfirman:


وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ


“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” [Al Baqarah 2: 280]

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk bersabar terhadap orang yang berada dalam kesulitan, di mana orang tersebut belum mampu membayarhutang. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang bermaksud), “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.” Hal ini tidak seperti perlakuan orang jahiliyah dahulu. Orang jahiliyah tersebut mengatakan kepada orang yang berutang ketika tiba pada waktu pelunasan: “Kamu harus membayar hutangmu tersebut. Jika tidak, kamu akan dikenakan riba.”

Memberi tempoh waktu terhadap orang yang kesusahan adalah wajib. Selanjutnya jika ingin membebaskan hutangnya, maka ini hukumnya sunnah (dianjurkan). Orang yang berhati baik seperti inilah (dengan membebaskan sebagian atau seluruh hutang) yang akan mendapatkan kebaikan dan pahala yang melimpah.


Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang bermaksud), “Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” [Tafsir Al Qur’an Al-Azhim, pada tafsir surat Al Baqarah ayat 280]

Begitu pula dalam beberapa hadith disebutkan mengenai keutamaan orang-orang yang memberi tempoh waktu bagi orang yang sukar untuk melunasi hutang. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:



مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ



Barangsiapa memberi tempoh waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan untuk melunaskan hutang atau bahkan membebaskan hutangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah. [Riwayat. Muslim no. 3006]

Dari salah seorang sahabat Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam –Abul Yasar-, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُظِلَّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى ظِلِّهِ فَلْيُنْظِرِ الْمُعْسِرَ أَوْ لِيَضَعْ عَنْهُ


Barangsiapa ingin mendapatkan naungan Allah ‘azza wa jalla, hendaklah dia memberi tempoh waktu bagi orang yang mendapat kesulitan untuk melunaskan hutang atau bahkan dia membebaskan hutangnya tadi.” [Riwayat Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menilai hadith ini sahih]

Lihatlah pula akhlaq yang mulia dari Abu Qotadah kerana beliau pernah mendengar hadith di atas. Dulu Abu Qotadah pernah memiliki piutang pada seseorang. Kemudian beliau mendatangi orang tersebut untuk menyelesaikan utang tersebut. Namun ternyata orang tersebut bersembunyi tidak mau menemuinya. Lalu suatu hari, kembali Abu Qotadah mendatanginya, kemudian yang keluar dari rumahnya adalah anak kecil. 

Abu Qotadah pun menanyakan pada anak tadi mengenai orang yang berutang tadi. Lalu anak tadi menjawab, “Iya, dia ada di rumah sedang makan khoziroh.” Lantas Abu Qotadah pun memanggilnya, “Wahai fulan, keluarlah. Aku dikabari bahawa engkau berada di situ.” Orang tersebut kemudian menemui Abu Qotadah. Abu Qotadah pun berkata padanya, “Mengapa engkau harus bersembunyi dariku?”

Orang tersebut mengatakan, “Sungguh, aku adalah orang yang berada dalam kesulitan dan aku tidak memiliki apa-apa.” Lantas Abu Qotadah pun bertanya, “Apakah betul engkau adalah orang yang kesulitan?” Orang tersebut berkata, “Iya betul.” Lantas dia menangis.

Abu Qotadah pun mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ نَفَّسَ عَنْ غَرِيمِهِ أَوْ مَحَا عَنْهُ كَانَ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ


Barangsiapa memberi keringanan pada orang yang berutang padanya atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapatkan naungan ‘Arsy di hari kiamat.[Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih. (Lihat Musnad Shohabah fil Kutubit Tis’ah dan Tafsir Al Qur’an Al Azhim pada tafsir surat Al Baqarah ayat 280)]

Inilah keutamaan yang sangat besar bagi orang yang berhati mulia seperti Abu Qotadah. Begitu pula disebutkan bahwa orang yang berbaik hati untuk memberi tempoh waktu bagi orang yang kesulitan, maka setiap harinya dia dinilai telah bersedekah. Dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya,


من أنظر معسرًا فله بكل يوم صدقة قبل أن يحل الدين فإذا حل الدين فأنظره كان له بكل يوم مثلاه صدقة


Barangsiapa memberi tempoh waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum sampai waktu pelunasan, dia akan dinilai telah bersedekah. Jika hutangnya belum mampu dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tempoh waktu setelah melebihi, maka setiap harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali ganda nilai piutangnya.” [Riwayat Ahmad, Abu Ya’la, Ibnu Majah, Ath Thabrani, Al Hakim, Al Baihaqi]

Begitu pula terdapat keutamaan lainnya. Orang yang berbaik hati dan bersabar menunggu untuk hutangnya dilunasi, nescaya akan mendapatkan ampunan Allah.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:



كَانَ تَاجِرٌ يُدَايِنُ النَّاسَ ، فَإِذَا رَأَى مُعْسِرًا قَالَ لِفِتْيَانِهِ تَجَاوَزُوا عَنْهُ ، لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَتَجَاوَزَ عَنَّا ، فَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهُ


Dulu ada seorang pedagang biasa memberikan pinjaman kepada orang-orang. Ketika melihat ada yang kesulitan, dia berkata pada budaknya: Maafkanlah dia (artinya bebaskan utangnya). Semoga Allah memberi ampunan pada kita. Semoga Allah pun memberi ampunan padanya.” [Riwayat Al-Bukhari no. 2078]

Itulah kemudahan yang sangat banyak bagi orang yang memberi kemudahan pada orang lain dalam masalah utang. Bahkan jika dapat membebaskan sebagian atau keseluruhan utang tersebut, maka itu lebih utama.


Memberi Kemudahan Bagi Orang yang Mudah Membayar Hutang

Selain memberi kemudahan bagi orang yang kesulitan, berilah juga kemudahan bagi orang yang mudah melunasi hutang. Perhatikanlah kisah dalam riwayat Ahmad berikut ini.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,



يُؤْتَى بِرَجُلٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُ اللَّهُ انْظُرُوا فِى عَمَلِهِ. فَيَقُولُ رَبِّ مَا كُنْتُ أَعْمَلُ خَيْراً غَيْرَ أَنَّهُ كَانَ لِى مَالٌ وَكُنْتُ أُخَالِطُ النَّاسَ فَمَنْ كَانَ مُوسِراً يَسَّرْتُ عَلَيْهِ وَمَنْ كَانَ مُعْسِراً أَنْظَرْتُهُ إِلَى مَيْسَرَةٍ. قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا أَحَقُّ مَنْ يَسَّرَ فَغَفَرَ لَهُ


Ada seseorang didatangkan pada hari kiamat. Allah berkata (yang artinya), “Lihatlah amalannya.” Kemudian orang tersebut berkata, “Wahai Rabbku. Aku tidak memiliki amalan kebaikan selain satu amalan. Dulu aku memiliki harta, lalu aku sering meminjamkannya pada orang-orang. Setiap orang yang sebenarnya mampu untuk melunasinya, aku beri kemudahan. Begitu pula setiap orang yang berada dalam kesulitan, aku selalu memberinya tempoh waktu sampai dia mampu melunasinya.” Lantas Allah pun berkata (yang artinya), “Aku lebih berhak memberi kemudahan”. Orang ini pun akhirnya diampuni.” [Riwayat Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini sahih]

Al-Bukhari juga membawakan sebuah bab dalam kitab sahihnya iaitu baba memberi kemudahan bagi orang yang lapang dalam melunasi utang’. Lalu setelah itu, beliau membawakan hadith yang hampir sama dengan hadits di atas. Dari Huzaifah, Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:



تَلَقَّتِ الْمَلاَئِكَةُ رُوحَ رَجُلٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ قَالُوا أَعَمِلْتَ مِنَ الْخَيْرِ شَيْئًا قَالَ كُنْتُ آمُرُ فِتْيَانِى أَنْ يُنْظِرُوا وَيَتَجَاوَزُوا عَنِ الْمُوسِرِ قَالَ قَالَ فَتَجَاوَزُوا عَنْهُ


Beberapa malaikat menjumpai roh orang sebelum kalian untuk mencabut nyawanya. Kemudian mereka mengatakan, “Apakah kamu memiliki sedikit dari amal kebajikan?” Kemudian dia mengatakan, “Dulu aku pernah memerintahkan pada budakku untuk memberikan tempoh waktu dan membebaskan hutang bagi orang yang berada dalam kemudahan untuk melunasinya.” Lantas Allah pun memberi ampunan padanya.” [Riwayat Bukhari no. 2077]


Bagaimana membezakan orang yang mudah dalam melunasi hutang (muwsir) dan orang yang sulit melunasinya (mu’sir)?

Para ulama' berselisih dalam mendefinisikan dua hal ini sebagaimana dapat dilihat di Fathul Bari, Ibnu Hajar. Namun yang lebih tepat adalah kedua istilah ini dikembalikan pada ‘urf  iaitu kebiasaan masing-masing tempat karena syari’at tidak memberikan batasan mengenai hal ini. Jadi, jika di suatu tempat sudah dianggap bahwa orang yang memiliki harta 1 juta dan kadar utang sekian sudah dianggap sebagai muwsir (orang yang mudah melunasi utang), maka kita juga menganggapnya muwsir. Wallahu a’lam.

Inilah sedikit pembahasan mengenai keutamaan orang yang berutang, yang berhati baik untuk memberi tenggang waktu dalam pelunasan dan keutamaan orang yang membebaskan utang sebagian atau seluruhnya.
Namun, yang kami tekankan pada akhir risalah ini bahwa tulisan ini ditujukan bagi orang yang memiliki piutang dan belum juga dilunasi, bukan ditujukan pada orang yang memiliki banyak utang. Jadi jangan salah digunakan dalam berhujah. 

Orang-orang yang memiliki banyak utang tidak boleh berdalil dengan dalil-dalil yang kami bawakan dalam risalah ini. Cuba bayangkan jika orang yang memiliki banyak hutang berdalil dengan dalil-dalil di atas, apa yang akan terjadi? Dia malah akan akan sering mengulur waktu dalam pelunasan hutang. 




والله أعلم بالـصـواب