Cari Entri WADi

Rabu, 27 Jun 2012

Ancaman Rasulullah Terhadap Pemakaian Wanita Islam



السلام عليكم





Zaman ini sangat berbeza dengan zaman Islam dulu kala. Zaman kegemilangan yang disebut "Zaman Keemasan Islam". Ketika itu syariat Allah begitu kukuh dan ampuh di hati dan sanubari ummah. Agama dirasakan begitu dekat pada diri seorang Muslim. Para Muslimah ketika itu pula adalah muslimah yang sejati, yang amat menjaga maruah dan kehormatan diri. Namun di zaman ini semua itu tampak sirna. Sekarang para wanita sudah ramai membuka aurat. Bukan hanya kepala yang dibuka atau lengan, yang di mana kedua bagian ini wajib ditutupi. Namun, sekarang ini sudah banyak yang berani menampakkan betis dan paha secara terang-terangan atau dengan menampakkan bentuknya melalui pakaian yang ketat lagi sendat.

Keadaan muslimah hari ini begitu parah. Saat ajaran Islam ditinggalkan, dipisahkan dari kehidupan, lalu hadirlah pengaruh luar dari musuh-musuh Islam menambahkan barah kepada ummat Islam.Kedatangan budaya kuning memberi impak yang begitu besar kepada muslim, lebih-lebih lagi terhadap sasaran utama mereka iaitu kaum hawa. Aspek pemakaian yang begitu ketara sekali jika dilihat pada hari ini. Jarum halus dari negara kuffar membawa revolusi dalam pakaian-pakaian wanita seluruh dunia. Jadi tidak hairanlah umat Islam juga menerima kesan yang sama. 

Benarlah sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا


“Akan ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti bonggol unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian (jarak yang amat jauh).” (Riwayat Muslim no. 2128)


Hadith ini merupakan tanda mukjizat kenabian. Ia menggambarkan kejadian yang berlaku di masa hadapan, jauh dari zaman Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat hingga ia tidak terbayang di akal fikiran mereka. Kedua golongan ini sudah ada di zaman kita saat ini. Hadith ini sangat mencela dua golongan semacam ini. Kerosakan seperti ini tidak muncul di zaman Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam karena sucinya zaman beliau, namun kerusakan ini baru terjadi setelah masa beliau hidup (Lihat Syarah Muslim, 9/240 dan Faidul Qodir, 4/275).


Kasiyatun ‘Ariyatun ( كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ )


An Nawawi dalam Syarh Muslim ketika menjelaskan hadith di atas mengatakan bahwa ada beberapa makna kasiyatun ‘ariyatun


1. Wanita yang mendapat nikmat Allah, namun enggan bersyukur kepada-Nya. 

2. Wanita yang mengenakan pakaian, namun kosong dari amalan kebaikan dan tidak mau mengutamakan akhiratnya serta enggan melakukan ketaatan kepada Allah. 

3. Wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang. 


4. Wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)


Pengertian yang disampaikan Imam An-Nawawi di atas, ada yang bermakna konkrit dan ada yang bermakna maknawi (abstrak). Begitu pula dijelaskan oleh ulama lainnya sebagai berikut:

Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis yang menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Muslimah, 125-126)

Al-Munawi dalam Faidul Qodir mengatakan mengenai makna kasiyatun ‘ariyatun, “Hakikatnya memang wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya dia telanjang. Karena wanita tersebut mengenakan pakaian yang nipis sehingga dapat menampakkan kulit dan bentuk tubuhnya. Makna lainnya adalah dia menampakkan perhiasannya, namun tidak mahu mengenakan pakaian takwa. Makna lainnya adalah dia mendapatkan nikmat, namun enggan untuk bersyukur pada Allah. Makna lainnya lagi adalah dia berpakaian, namun kosong dari amalan kebaikan. Makna lainnya lagi adalah dia menutup sebagian badannya, namun dia membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutupi) untuk menampakkan keindahan dirinya.” (Faidul Qodir, 4/275)

Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibnul Jauzi. Beliau mengatakan bahwa makna kasiyatun ‘ariyatun ada tiga makna. 


1. Wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita seperti ini memang memakai jilbab, namun sebenarnya dia telanjang. 

2. Wanita yang membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutup). Wanita ini sebenarnya telanjang. 


3. Wanita yang mendapatkan nikmat Allah, namun kosong dari syukur kepada-Nya. 

(Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, 1/1031) 


Kesimpulannya adalah kasiyatun ‘ariyat ialah wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya dan wanita yang membuka sebagian aurat yang wajib dia tutup.


Tidakkah Engkau Takut dengan Ancaman Ini?

Lihatlah ancaman Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam. Memakaian pakaian tetapi sebenarnya telanjang, dikatakan oleh Rasulullah saallallahu ‘alaihi wasallam:


 لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (Riwayat Muslim no. 2128)

Perhatikanlah saudariku, ancaman ini bukanlah ancaman biasa. Perkara ini bukan perkara remeh-temeh yang boleh diabaikan. Dosanya bukan hanya dosa kecil. Lihatlah ancaman Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam di atas. Bukan sahaja wanita seperti ini dikatakan tidak akan masuk surga bahkan bau surga saja tidak akan diciumnya walaupun jarak bau syurga itu sudah dapat dihidu dari jarak yang sangat jauh. Tidakkah anda wahai Kaum Hawa, Wahai Muslimah, Wahai wanita Islam takut dengan ancaman seperti ini?

An Nawawi rahimahullah menjelaskan maksud sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam: ‘wanita tersebut tidak akan masuk surga’. Inti dari penjelasan beliau rahimahullah

Jika wanita tersebut menghalalkan perbuatan ini yang sebenarnya haram dan dia pun sudah mengetahui keharaman hal ini, namun masih menganggap halal untuk membuka anggota tubuhnya yang wajib ditutup (atau menghalalkan memakai pakaian yang nipis), maka wanita seperti ini kafir, kekal dalam neraka dan dia tidak akan masuk syurga selamanya.  Dapat kita maknakan juga bahwa wanita seperti ini tidak akan masuk surga untuk pertama kalinya. Jika memang dia ahlu tauhid (seseorang yang benar akidahnya), dia nantinya juga akan masuk syurga. Wallahua'lam. (Lihat Syarah Muslim, 9/240)

Jika ancaman ini telah jelas, lalu kenapa sebagian wanita masih membuka auratnya di khalayak ramai dengan memakai pakaian yang menampakkan tubuhnya? Kenapa mereka begitu senangnya memamerkan betis,paha dan dada di hadapan orang lain? Kenapa mereka masih senang memperlihatkan rambut yang wajib ditutupi? Kenapa mereka masih menampakkan telapak kaki yang juga harus ditutupi? Kenapa pula masih memperlihatkan leher?!


Sadarlah, wahai saudariku! Bangkitlah dari kemalasanmu! Taatilah Allah dan Rasul-Nya! Mulailah dari sekarang untuk berubah diri menjadi yang lebih baik .... InsyaAllah.




والله أعلمُ بالـصـواب



Isnin, 18 Jun 2012

Adab-Adab Penuntut Ilmu أدب طلب العلم (Siri 1)




السلام عليكم




Mukaddimah


Ilmu merupakan suatu perkara yang tidak dapat dinafikan lagi kepentingannya. Ilmu bagaikan cahaya yang menyinari pemiliknya. Ia mengangkat darjat dan martabat pemiliknya yang ikhlas dalam mencari, memiliki dan ikhlas kepadanya. Islam sendiri mengakui peri pentingnya peranan ilmu dalam kehidupan ummah di dunia ini. Ilmu yang benar adalah sesuatu yang mulia bahkan ia turut memuliakan orang yang memegangnya. Maka beruntunglah orang-orang yang berilmu.

Dalam mencari dan menguasai lautan khazanah ilmu Ilahi, maka seorang penuntut ilmu hendaklah mengetahui lalu mengamalkan adab-adab dalam menuntut ilmu. Ia merupakan suatu kewajiban sejak dari dahulu lagi. Dari zaman para sahabat, tabiin, tabiit tabiin, para salafussoleh serta orang yang mengikut jejak langkah mereka sehingga kini. Hari ini adab-adab semakin kurang diberi perhatian, apatah lagi diamalkan. Para pelajar dan pengajar saling tidak mementingkan adab-adab dalam majlis ilmu. Ia bukanlah sesuatu yang bersifat menyeluruh kerana disebalik itu masih ada mereka yang mementingkan adab-adab dan cuba sedaya upaya mengamalkannya meskipun sukar dan tidak sempurna. Namun usaha ini haruslah dipuji dan dijadikan tauladan buat semua.

Jika ilmu merupakan ibadah dalam hati dan sanubari, maka kuncinya seorang tolibul ‘ilm (penuntut ilmu) haruslah menguasai adab-adab kemudian berusaha sedaya mungkin untuk mengamalkannya dalam halakah ilmu yang disertainya. Jika tidak, ilmu itu akan menjauhi para penuntutnya seperti timur yang jauh dari barat sebagaimana yang disebut dalam sebuah syair:

Ia berjalan menuju timur,
Sedangkan aku berjalan menuju barat,
Semakin jauh jarak antara yang menuju ke timur dan ke barat.


Ilmu bukanlah sesuatu yang biasa dan remeh-temeh. Bagi mereka yang diberikan kesedaran, pasti akan mengagungkan ilmu-ilmu yang ada dimuka bumi ini. Apatah lagi ilmu yang berkaitan dengan agama yang memandu kehidupannya di dunia ini untuk dibawa menuju ke negeri yang kekal abadi bernama akhirat. Ilmu merupakan pengetahuan yang memberikan bayan (penjelasan) dan maklumat kepada pemiliknya. Sedangkan tujuan penjelasan dan maklumat itu adalah untuk mentauhidkan Allah serta beribadah kepadaNya dengan penuh ketaatan dan keyakinan.

Barangsiapa yang menyibukkan diri dalam menuntut, mengembangkan, serta menyebarkan ilmu sama ada pelajar mahupun pengajar, maka hendaklah ia mengikuti prinsip-prinsip tauhid dan ibadah yang telah ditekankan oleh syarak secara menyeluruh tanpa mengetepikannya apatah lagi merendah-rendahkan keutamaannya. Disebabkan itu, adab-adab dalam menuntut ilmu ini kekal dan tidak boleh ditinggalkan oleh penuntut ilmu buat selama-lamanya. Ia merupakan asas sebelum menuntut ilmu dan menjadi asas bagi sekalian ilmu.


Ikhlaskan Diri Kerana Allah subhanahu wa ta’ala


Ikhlas merupakan elemen terpenting dalam melakukan segala sesuatu pekerjaan. Bahkan ia juga amalan hati yang utama sebelum sesuatu perkara itu dilakukan. Ikhlas dan niat merupakan dua elemen yang tidak dapat dipisahkan. Melalui niat, seseorang itu akan dinilai perbuatannya oleh Allah azzawa jalla sama ada ikhlas kerananya atau tidak. Disitulah pucuk pangkal segala perbuatan, sama ada baik atau buruknya, ikhlas atau riak, dan seumpamanya.

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى. فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله. ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو إلى امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه.

Sesungguhnya setiap amalan itu bergantung kepada niat, dan sesungguhnya bagi seseorang ialah apa yang ia niatkan. Barangsiapa hijrahnya kerana Allah dan rasulNya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang hijrahnya kerana dunia atau wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan. (Hadis Sahih,Muttafaq’alaihi)


Berkata Al-Ghazali rahimahullah :

“Ketahuilah bahawa niat, keinginan dan tujuan adalah ungkapan yang muncul dari satu makna, iaitu keadaan dan kecenderungan hati yang dipengaruhi oleh dua perkara iaitu ilmu dan amalan.”

Ilmu itu mendahului amalan kerana ia merupakan asas dan syarat dalam melakukan sesuatu amalan. Sebaliknya amal itu mengikut ilmu kerana amalan adalah buah atau hasil daripada ilmu tersebut. Segala sesuatu pasti tidak akan sempurna melainkan atas tiga perkara ini iaitu ilmu, iradah (keinginan) dan qudrah (kemampuan). Jika salah satu daripadanya tiada, maka cacatlah perbuatan yang ingin dikerjakan. Oleh itu, penggerak utama ialah niat yang juga disebut tujuan sekaligus pendorong dalam melakukan sesuatu perkara. [Tahzib Ihya’ Ulumuddin]

Di dalam syariat Islam, telah dijelaskan bahawa Allah subhanahu wa ta’ala tidak menerima sesebuah amalan itu melainkan dengan niat yang ikhlas keranaNya. Hal ini bersifat menyeluruh termasuklah dalam menuntut ilmu. Kerana ilmu yang benar itu akan hadir pada hati-hati insane yang ikhlas menggapai keredhaanNya seterusnya mengharapkan manfaat yang baik dari ilmu yang dipelajarinya. Apabila niat penuntut ilmu itu ikhlas, maka ia akan mendekatkan diri dengan Allah subhanahu wa ta’ala dan sekiranya ia bukan keranaNya, maka Allah akan menghapuskan atau mengurangkan nilai-nilai di dalam ilmu tersebut sehingga ia lenyap dari hati penuntutnya. [Tazkiratul As-Sami’ wa Al-Mutakallim]

Berkata Abu Yusuf rahimahullah :

“Tunjukkanlah ilmumu kepada keredhaan Allah subhanahu wa ta’ala. Sesungguhnya aku tidak pernah menghadiri suatu majlis ilmu sehinggalah aku berniat untuk bertawadduk (rendah diri) dan memuliakan mereka. Dan aku juga tidak pernah mendatangi majlis yang disana aku berniat untuk memuliakan mereka kecuali aku akan tetap tinggal hingga aibku terbuka.”

Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk berdebat dengan ulama’ dan bermegah dengan orang-orang jahil atau pun untuk memalingkan wajah manusia kepada dirinya (mendapat perhatian manusia), maka ia di neraka.” (Riwayat Ibnu Majah, dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Sahih al-Tarhib wa al-Targhib)




والله أعلمُ بالـصـواب

Khamis, 7 Jun 2012

Amalan Yang Disunnahkan Pada Bulan Rejab.



السلام عليكم



Sebelum ini saya telah menjelaskan Status kesahihan fadhilat-fadhilat yang sering diperkatakan pada bulan-bulan Rejab dengan membawa beberapa pendapat ulama' terkini dan terdahulu. bagi yang belum berkesempatan membacanya, boleh membaca di link ini, insyaAllah.



Dalam penulisan kali ini, penulis ingin berkongsi beberapa amalan-amalan yang disunnahkan untuk umat Islam melakukannya. Sebagaimana yang telah dinyatakan dalam kebanyakan penulisan sebelum ini, adalah penting bagi sekalian umat Islam beramal dengan amalan yang ma'thur yang mempunyai sandaran dari nas-nas yang sahih dan diterima. Kerana setiap amal ibadat bukan sahaja perlu ikhlas dalam mengerjakannya bahkan wajib mengikut panduan daripada Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam. Ini kerana ibadah Bagindalah yang paling sempurna lagi benar maka tidak sepatutnya bagi kita yang mengaku umatnya mendahului Baginda dengan melakukan amalan yang tiada sandaran daripadanya atau daripada sahabat serta kalangan salafussoleh. 

Syeikh Muhammmad  Mutawall Al-Sya’rawi dalam menjawab satu pertanyaan mengenai apakan bulan dari bulan-bulan ‘am yang afdal manusia berpuasa selepas bulan Ramadhan, beliau memetik hadis berikut diriwayatkan dalam Musnad Ahmad :

“Seorang lelaki telah bertanya Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam, katanya : Bulan mana kamu perintahkanku berpuasa selepas Ramadan? Maka Rasulullah saw berkata : Jika aku berpuasa selepas Ramadan, maka berpuasalah dibulan Haram, maka sesungguhnya didalamnya dari Taubat Allah subhanahu wa ta'ala keatas satu kaum, dan terdapat taubat didalamnya untuk satu kaum yg lain”

Jelas disini menunjukkan bulan-bulan haram ini disunatkan berpuasa dan juga terdapatnya keampunan Allah subhanahu wa ta'ala didalam bulan-bulan ini. [ Shiekh Mohammad Mutawali Al-Sya’rawi. Al-Fatawa. Dar Al-Fath Lil-A’lam Al-Arabi, 2000. ms. 371.]


Bekas Mufti besar Arab Saudi, Shiekh Abdul Aziz Bin Baaz apabila ditanya berpuasa pada bulan-bulan haram, Beliau menjawab:

“Bulan Muharam dari segi syara’ dibolehkan berpuasa dengannya dan begitu juga Sya’ban, disana terdapatnya 10 Zulhijjah, bukanlah ada dalil disan keatasnya, akan tetapi berpuasa dengannya TANPA ber’itiqad yg khusus (khas) atau peribadi, maka tidaklah menjadi masalah.”

Bagi bulan Allah Al-Haram tersebut, Rasulullah  sallallahu 'alaihi wasallam  pernah bersabda : Seafdal-adfal berpuasa selepas ramadan ialah dibulan Allah Al-Haram)). Maka adalah baik bagi berpuasa, atau berpuasalah pada 9, 10 dan 11, itulah yg baik, begitu juga dengan Sya’ban dimana Nabi saw berpuasa dengannya” [ Syeikh Abdul Aziz bin Baaz. Majmu’ Fatawa. Riyad : Dar Al-Watan, 1996 ms. 269.]


Seorang Ulama’ Islam dari negara Syria yg terkenal pada masa kini, Syeikh Dr. Wahbah Zuhaily mengatakan bahawa, kebanyakkan iman empat mazhab (Syafiie, Hanbali, Maliki dan Hanafi) bersetuju mengenai terdapatnya amalan berpuasa sunat didalam bulan-bulan haram ini, cuma ia berbeza pendapat mengenai cara implementasinya. kata Dr Wahbah Zuhaily :

“Keutamaan berpuasa pada bulan-bulan ini terdapat disisi Mazhab Maliki dan Syafiie, dan mazhab Hanbali berpuas hati dengan keputusan sendirinya memberi keutamaan berpuasa dibulan Haram, pada mereka itulah puasa yg afdal selepas Ramadan, telah bersabda Rasulullah  sallallahu 'alaihi wasallam  : ((Seafdal solat ialah pertengahan malam, dan seafdal puasa selepas bulan Ramadan ialah di bulan Allah Al-Haram)). Seadal puada dibulan haram ialah Hari Al-Asyura’, sebagaimana diantaranya. Dan berkata mazhab Hanafiah : Sunat berpuasa didalam bulan-bulan Haram, iaitu berpuasa 3 hari dari semuanya iaitu :- Hari Khamis, Jumaat dan Sabtu.” [ Dr Wahbah Zuhaily. Fikh Al-Islami Wa adillatuhu. Damsyik : Dar Al-Fikr, 1989. ms 591]


Shiekh Abdul Rahman Al-Jaziry didalam buku Kitab Fikh Empat Mazhab juga memetik persetujuan 4 mazhab ini mengenai puasa dibulan-bulan haram, kata nya:

“Mengenai sunat berpuasa dibulan Rejab dan Sya’ban, Imam-imam ini telah bersetuju dengannya, cuma terdapat khilaf dengan hanbali, Hanbali menetapkan puasa Rejab (secara tunggal) adalah makruh, melainkan jika ia berbuka (tidak berpuasa) secara selang-seli, maka tidaklah Makruh.” [Abdul Rahman Al-Jaziry. Kitaabu Al-Fikhu a’la al-Mazaahibi Al-Arba’ah. Dar Al-Manar, 1999. ms 447-448]


Panelist fatwa IslamOnline, Shiekh Dr Yusuf Al-Qaradhawi, ketika diminta memberi fatwa mengenai apakah berpuasa didalam bulan Rejab itu sunat atau bid’ah, beliau telah menjawab :

“Berpuasa didalam bulan adalah maqbul dan mustahab, keatas semua perkara. Tetapi bukanlah datang dari Rasulullah saw bahawa beliau berpuasa satu bulan penuh, melainkan bulan Ramadhan. Beliau banyak berpuasa didalam bulan Sya’ban, tetapi tidak berpuasa sepenuhnya, dan itulah sunnah nabawiyyah … Beliau berpuasa dan berbuka disetiap bulan, seperti riwayat mengatakan : ((Beliau berpuasa sehingga kami mengatakan beliau tidak berbuka, Beliau berbuka sehingga kami mengatakan beliau tidak berpuasa)) (Riwayat Bukhari, Muslim dan Abu Daud). 

Maka beberapa golongan manusia berpuasa seluruh bulan Rejab, sebagaimana yg kita lihat sebelum ini, Aku telah lihat beberapa orang berpuasa bulan Rejab, Sya’ban, Ramadhan dan 6 hari didalam bulan Syawal, dan menamakannya “Al-Ayam Al-Baidh”, selepas berbuka, mereka akan menjadi perayaan pada hari yg ke 8 dari Syawal….Hasil dari puasa ini ialah 3 bulan dan 6 hari saling berhubungan, mereka hanya akan berbuka apabila tiba Hari A’id. Hal ini tidak berasal daripada Rasulullah  sallallahu 'alaihi wasallam , atau pun dari para sahabat atau pun dari Al-Salaf Al-Saleh.. maka mereka berpuasa sehari dan berbuka sehari. Tidak ada berterusan didalam puasa. Barangsiapa yg ingin ber’iitiba’ dan inginkan ganjaran, maka ia harus mengikur Nabi saw dimana tidak berpuasa sepenuhnya didalam Rejab, dan tidak berpuasa sepenuhnya didalam Sya’ban. Dan ini adalah yg lebih utama. Wa Billahi Tawfiq.”

Beliau tegas mengatakan bahawasanya disunatkan berpuasa pada bulan-bulan haram, tetapi tidak lah sepenuh bulan Rejab dan Sya’ban, kerana ini tidak dilakukan oleh Rasulullah saw, atau sahabat-sahabatnya ataupun para ulama’ Salafussoleh.
[Shiekh Dr Yusuf Al-Qardhawi. Fatwa IslamOnline – Puasa Rejab. URL :http://www.islamonline.net/completesearch/arabic/FatwaDisplay.asp?hFatwaID=1310]


Puasa-Puasa sunat yg lain

Syeikh Muhammad Mutawali Al-Sya’rawi didalam fatwanya menjawab persoalan mengenaipuasa-puasa sunat, beliau telah menyenaraikan 8 jenis puasa yg beliau sifat sebagai :”Puasa yang orang Islam lakukan bagi mendekatkan diri kepada Allah. [Sheikh Mohammad Mutawali Al-Sya’rawi. Al-Fatawa. Dar Al-Fath Lil-A’lam Al-Arabi, 2000. ms 415]

Puasa-puasa sunat :
1. Hari Arafah (9 Zulhijjah kepada mereka yg tidak menunaikan Haji.
2. Hari Asyura’, disitu ada hari 9 atau mana-mana hari 9 atau 10 Muharam.
3. 6 hari didalam bulan Syawal.
4. Hari-hari Putih didalam bulan-bulan Arab (islam) iaitu :- hari13,14 dan 15.
5. Berpuasa pada hari Isnin dan Khamis didalam setiap minggu.
6. Berpuasa didalam bulan-bulan haram iaitu :- Zulkaedah, Zulhijjah, Muharam dan Rejab.
7. Berpuasa mana-mana dari 9 hari dari bulan Zulhijjah, dari 1 hingga 9 Zulhijjah.
8. Berpuasa penuh didalam Sya’ban atau dengan banyaknya. “

Para Fuqaha’ berpendapat jika seseorang itu ingin melakukan puasa sunat, tetapi dia mas! ! ! ih mempunyai baki puasa wajib, hendaklah ia mengqada’kannya. Bahkan jika ia mempunyai kifarat dan nazar, maka hendaklah dia melakukannya puasa itu dahulu.[Dr Wahbah Zuhaily. Fikh Al-Islami Wa adillatuhu.Damsyik : Dar Al-Fikr, 1989. ms 595.]

Kesimpulan :

1. Hadis-Hadis Bulan-Bulan Rejab kebanyakkannya adalah Mawdhu’ (Palsu). Pendustaan terhadap Rasulullah saw. (Al-Saqr, Al Qardhawi)

2. Kita dilarang memilih-milih hari atau malam yg tertentu sahaja untuk melakukan ibadat khusus.

3. Tidak ada fadilat khusus yang sahih ditujukan pada bulan Rejab, cuma terdapat fadilat umum kepada ke empat-empat bulan haram.(Al-Saqr, Al-Qardhawi)

4. Tidak ada solat dan zikir khusus untuk bulan Rejab (Al-Saqr, Al-Qaradhawi).

5. Bulan Rejab seperti bulan-bulan Haram yg lain disunatkan melakukan Puasa sunat dan banyakkan bertaubat. ( Imam Al-Sya’rawi)

6. Keadah berpuasa di dalam bulan-bulan haram ialah:
- hari yg ke 9,10,11 di dalam bulan Muhaaram (Syeikh Abdul Aziz bin Bazz)
- berpuasa hari Khamis, Jumaat, Sabtu (HHanafiah – Al-Zuhaily)
- Berpuasa pada bulan Rejab tidak sepenuhnya dan Sya’ban tidak sepenuh bulan (Al-Qardhawi)
- berpuasa pada hari Assyura’ (10 Muharaam) dan Hari Arafah (9 Zulhijjah).

7. Rejab tidak mempunyai kelebihan dari bulan-bulan yang lain, kecuali kelebihan sebagai bulan-bulan Haram.(Syed Sabiq)

8. Tidak boleh HANYA berpuasa dibulan Rejab sahaja, dimana 3 bulan-bulan yg Haram yg lain tidak langsung diberi keutamaan melakukan puasa (MazhabHanbali- Al-Jaziry)

9. Tidak ada dalil yg mengatakan bahawa menziarah kubur didalam bulan Rejab mempunyai kelebihannya.

10. Larangan dari terlibat menyebarkan HADIS-HADIS PALSU, kerana ditakuti kita adalah sebahagian dari mereka yg MENDUSTAKAN Rasulullah saw. (Na’uzubillahhu min zalik).

Dalam mempertingkat amalan-amalan kita kepada Allah swt, sering kali kita disajikan dengan pelbagai-bagai amalan yg kelihatan banyak fadilatnya. Malah ada juga kedapatan beberapa fadilat-fadilat yg sangat rapuh dalilnya, bahkan ia menjadi pegangan sebahagian umat Islam pada hari ini. Bagi persoalan-persoalan seperti fadilat Rejab atau bulan-bulan yg lain, kita mesti kembali kepada panduan kita, iaitu Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta'ala didalam surah Al-Ahzab ayat 21:



لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Demi sesungguhnya, adalah bagi kamu pada diri Rasulullah itu contoh ikutan yang baik, iaitu bagi orang yang sentiasa mengharapkan (keredaan) Allah dan (balasan baik) hari akhirat, serta dia pula menyebut dan mengingati Allah banyak-banyak (dalam masa susah dan senang)” [Al-Ahzab 33:21].

Akhir kata, Selamat menyambut kedatangan bulan-bulan Haram sebagaimana yg telah diajarkan oleh Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam.



والله أعلمُ بالـصـواب
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Makluman dari (WADi)


1. Selamat datang ke Laman WADi

2. Laman WADi adalah laman berbentuk ilmu pelbagai namun lebih menjurus kepada keagamaan.

3. Metod penulisan berdasarkan pelbagai sumber.Sumber utama adalah Al-Quran, Al-Hadith, Athar, dan Ijmak ulama' .

4. Pelawat bebas untuk follow atau tidak blog ini.

5. Pelawat dibenarkan untuk menjadikan WADi sebagai bloglist anda jika bermanfaat.

6. Anda dibenarkan untuk mengambil mana-mana artikel dan penulisan WADi dengan memberi kredit kepada WADi. Jika itu membuatkan anda berasa keberatan (memberi kredit kepada WADi, maka anda tidak perlu berbuat demikian). Asalkan ilmu itu sampai kepada semua. Terpulang kredibiliti anda sebagai penulis.

7. Tidak ada copyright di WADi, apa yang ditulis disini adalah untuk disampaikan. Ilmu itu milik Allah.

8. Penulis merupakan insan biasa yang banyak kesilapannya termasuk ketika menulis. Jika anda terjumpa sebarang kekeliruan, kesilapan berkaitan permasalahan hukum, dalil, hadith, atsar dan sebagainya , sila maklumkan WADi melalui email. Teguran secara baik amat kami hargai.

9. Hubungi saya melalui email : addien90@yahoo.com

10. Selamat membaca, menimba ilmu dan menyebarkan ilmu.

Klik Klik