Cari Entri WADi

Memaparkan catatan dengan label Tokoh Srikandi Islam. Papar semua catatan
Memaparkan catatan dengan label Tokoh Srikandi Islam. Papar semua catatan

Khamis, 1 Mac 2012

Biografi Khadijah binti Khuwailid


السلام عليكم


Beliau adalah Khadijah binti Khuwailid, seorang wanita yang hidup dan besar di lingkungan Suku Quraisy dan lahir dari keluarga yang terhormat pada 15 tahun sebelum Tahun Gajah. Ramai pemuda Quraisy ingin menikahinya. Sebelum menikah dengan Rasulullah, Khadijah pernah dua kali menikah. Suami pertama Khadijah adalah Abu Halah at-Tamimi, yang wafat dengan meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas dan berkembang. Pernikahan kedua Khadijah adalah dengan Atiq bin Aidz bin Makhzum, yang juga wafat dengan meninggalkan harta dan perniagaan. Dengan demikian, Khadijah menjadi orang terkaya di kalangan suku Quraisy. Khadijah adalah wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan dikhususkan Allah untuk memberikan keturunan bagi Rasulullah s.a.w menjadi wanita pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan pelbagai kesusahan pada fasa awal penyebaran Islam kepada seluruh umat manusia.

Sayyidah Khadijah dikenal dengan julukan wanita suci sejak perkawinannya dengan Abu Halah dan Atiq bin Aidz karena keutamaan ãkhlak dan sifat terpujinya. Karena itu, tidak hairanlah jika kalangan Quraisy memberikan penghargaan dan berupa penghormatan yang tinggi kepadanya. Kekayaan yang berlimpahlah yang menjadikan Khadijah perlu berdagang. Akan tetapi, Khadijah merasa tidak mungkin jika sernua dilakukan tanpa bantuan orang lain. Tidak mungkin jika dia harus terjun langsung dalam berniaga dan bepergian membawa barang dagangan ke Yaman pada musim dingin dan ke Syam pada musim panas. Keadaan  itulah yang menyebabkan Khadijah mula mencari pekerja yang dapat menjaga amanah atas harta dan dagangannya. Untuk itu, pekernanya menerima upah dan bagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Walaupun pekerjaan itu cukup sukar, bermodalkan kemampuan intelektual dan kecemelangan pikiran yang didukung oleh pengetahuan dasar tentang bisnes dan perdangangan, namun Khadijah mampu menghadapi orang-orang yang sudah lama dalam bidang ini. Itulah yang membuatkan perniagaannya bertambah maju.


Pertemuan Dengan Muhammad bin Abdullah

Dalam kalangan Kaum Quraisy, mereka tidak mengenal sesiapapun yang wara', takwa, dan jujur selain Muhammad bin Abdullah, yang sejak usia lima belas tahun telah diajak oleh Maisarah untuk menyertainya berdagang. Seperti biasanya, Maisarah menyertai Muhammad ke Syam untuk membawa dagangan Khadijah, karena memang keduanya telah sepakat untuk bekerja sama. Perniagaan mereka ketika itu memberikan keuntungan yang sangat banyak sehingga Maisarah kembali membawa keuntungan yang berlipat ganda. Maisarah mengatakan bahwa keuntungan yang mereka peroleh itu berkat Muhammad yang berniaga dengan penuh kejujuran. Maisarah menceritakan kejadian aneh selama melakukan perjalanan ke Syam dengan Muhammad. Selama perjalanan, dia melihat gulungan awan tebal yang senantiasa mengiringi Muhammad yang seolah-olah melindungi beliau dari sengatan matahari. Dia pun mendengar seorang rahib yang bernama Buhairah, yang mengatakan bahwa Muhammad adalah laki-laki yang akan menjadi nabi yang ditunggu-tunggu oleh orang Arab sebgaimana telah tertulis di dalam Taurat dan Injil.

Cerita-cerita tentang Muhammad itu meresap ke dalam jiwa Khadijah, dan pada dasarnya Khadijah pun telah merasakan adanya kejujuran, amanah, dan cahaya yang senantiasa menerangi wajah Muhammad. Perasaan Khadijah itu menimbulkan kecenderungan terhadap Muhammad di dalam hati dan pikirannya, sehingga dia menemui bapa saudaranya, Waraqah bin Naufal, yang dikenali sebagai seorang yang arif tentang orang- orang terdahulu. Waraqah mengatakan bahwa akan muncul nabi besar yang dinanti-nantikan manusia dan akan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Allah. Penuturan Waraqah itu menjadikan niat dan kecenderungan Khadijah terhadap Muhammad semakin bertambah, sehingga dia ingin menikah dengan Muhammad. Setelah itu dia mengutus Nafisah, saudara perempuan Ya’la bin Umayyah untuk meneliti lebih jauh tentang Muhammad, sehingga akhirnya Muhammad diminta menikahi dirinya.

Ketika itu Khadijah berusia empat puluh tahun, namun dia adalah wanita dari golongan keluarga terhormat dan kaya raya, sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya. Muhammad pun menyetujui permohonan Khadijah tersebut. Maka, dengan salah seorang pamannya, Muhammad pergi menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin As’ad untuk meminang Khadijah.Allah menghendaki pernikahan hamba pilihan-Nya itu dengan Khadijah. Ketika itu, usia Muhammad baru menginjak dua puluh lima tahun, sementara Khadijah empat puluh tahun. Walaupun usia mereka terpaut sangat jauh dan harta kekayaan mereka pun tidak sepadan, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang aneh, karena Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberikan keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.

Khadijah adalah istri Nabi yang pertama.Mereka dikurniakan Allah beberapa orang cahaya mata sebagai penyambung keturunan mereka. Khadijah mernberikan cinta dan kasih sayang kepada Rasulullah s.a.w pada saat-saat yang sulit dan tindak kekerasan dan kekejaman datang dari saudara-mara mereka. Bersama Khadijah, Rasulullah s.a.w mernperoleh perlakuan yang baik serta rumah tangga yang tenteram damai, dan penuh cinta kasih, setelah sekian lama beliau merasakan pahitnya menjadi anak yatirn piatu dan miskin.

Khadijah melahirkan dua orang anak laki-laki, yaitu Qasim dan Abdullah serta empat orang anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Seluruh putera dan puterinya lahir sebelum masa kenabian, kecuali Abdullah. Karena itulah, Abdullah kemudian dijuluki ath-Thayyib (yang baik) dan ath-Thahir (yang suci). Zainab banyak rnenyerupai ibunya. Setelah besar, Zainab dinikahkan dengan anak makciknya, Abul Ash ibnur Rabi’. Pernikahan Zainab ini merupakan peristiwa pertama Rasulullah rnenikahkan putrinya, dan yang terakhir beliau menikahkan Ummu Kultsum dan Ruqayah dengan dua putra Abu Lahab, yaitu Atabah dan Utaibah. Ketika Nabi s.a.w diutus menjadi Rasul, Fathimah az-Zahra, putri bongsu beliau rnasih kecil.


Saat Rasulullah s.a.w Diangkat Menjadi Rasul

Suatu ketika, seperti biasanya beliau uzlah (menyendiri) di Gua Hira,dan ketika itu adalah dalam bulan Ramadhan. Beliau sangat gementar ketika mendengar suara ghaib Malaikat Jibril memanggil beliau. Malaikat Jibril menyuruh beliau membaca, namun beliau hanya menjawab, “Aku tidak tahu membaca.” Akhirnya, Malaikat Jibril mendekati dan memeluk beliau ke dadanya, seraya berkata, “Bacalah, wahai Muhammad!” Ketika itu Muhammad sangat bingung dan ketakutan, seraya menjawab, “Aku tidak tahu membaca.” Mendengar itu, Malaikat Jibril mempererat dakapannya, dan berkata, “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Dia mengajari manusia dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan segala sesuatu yang belum mereka ketahui.” Rasulullah Muhammad mengikuti bacaan tersebut. Keringat deras mengucur dari seluruh tubuhnya sehingga beliau ketakutan dan tidak menemukan jalan menuju rumah. 

Khadijah melihat beliau dalam keadaan ketakutan seperti itu, kemudian memapahnya ke rumah, serta berusaha menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran yang memenuhi dadanya. “Berilah aku selimut, Khadijah!” Beberapa kali beliau meminta istrinya menyelimuti tubuhnya. Khadijah memberikan ketenteraman kepada Rasulullah dengan segala kelembutan dan kasih sayang sehingga beliau merasa tenteram dan aman. Beliau tidak terus menceritakan kejadian yang menimpa dirinya kepada Khadijah kerana bimbang Khadijah menganggapnya sebagai ilusi atau khayalan beliau belaka.

Setelah rasa takut beliau hilang, Rasulullah s.a.w pun menceritakan peristiwa yang baru dialaminya. Khadijah mendengarkan cerita suaminya dengan penuh minat dan mempercayai semuanya, sehingga Rasulullah s.a.w. merasa bahwa isterinyaseperti sudah mengetahu kejadian itu. Sebenarnya dari awal lagi Khadijah telah yakin bahwa suaminya akan menerima amanat Allah Yang Maha Besar untuk seluruh alam semesta. Kejadian tersebut merupakan awal kenabian dan tugas Muhammad menyampaikan amanat Allah kepada manusia. Hal itu pun merupakan babak baru dalam kehidupan Khadijah yang dengannya dia harus mempercayai dan meyakini ajaran Rasulullah Muhammad, sehingga Rasulullah mengatakan, “Aku rnengharapkannya menjadi benteng yang kuat bagi diriku.”

Di sinilahjelas kelihatan peribadi serta kematangan dan kebijaksanaan pemikiran Khadijah. Khadijah telah mencapai darjat yang tinggi dan sempurna, yang belum pernah dicapai oleh wanita mana pun sebelum itu. Dia telah berkata kepada Rasulullah s.a.w, “Demi Allah, Allah tidak akan menyia nyiakanrnu Engkau selalu menghubungkan silaturahim, berbicara benar, memikul beban orang lain, menolong orang papa, menghorrnati tamu, dan membantu meringankan derita dan musibah orang lain.”

Setelah Rasulullah merasa tenteram dan dapat tidur dengan tenang, Khadijah mendatangi anak saudarannya, Waraqah bin Naufal, yang tidak terpengaruh dengan tradisi jahiliah kaum Quraisy. Khadijah menceritakan kejadian yang dialami suaminya. Mendengar cerita mengenai Rasulullah, Waraqah berseru, “Maha Mulia…Maha Mulia…. Demi yang jiwa Waraqah dalam genggaman-Nya, kalau kau percaya pada ucapanku, maka apa yang diihat Muhammad di Gua Hira itu merupakan suratan yang turun kepada Musa dan Isa sebelumnya, dan Muhammad adalah nabi akhir zaman, dan namanya tertulis dalam Taurat dan Injil.” Mendengar kabar itu, Khadijah segera menemui suaminya dan menyampaikan apa yang dikatakan oleh Waraqah.


Pengorban Khadijah Dalam Dakwah Rasulullah s.a.w

Setelah berdakwah secara sembunyi- embunyi, turunlah perintah Allah kepada Rasulullah untuk memulai dakwah secara terang-terangan. Oleh itu, datanglah beliau ke tengah-tengah umat seraya berseru lantang, “Allahu Akbar, Allahu Akbar… Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Dia tidak melahirkan, juga tidak dilahirkan.” Seruan beliau sangat aneh terdengar di telinga orang-orang Quraisy. Rasulullah  memanggil manusia untuk beribadah kepada Tuhan yang satu, bukan Laata, Uzza, Hubal, Manat, serta tuhan-tuhan lain yang mernenuhi pelataran Ka’bah. Tentu saja mereka terkejut dengan seruan itu lalu menolak, mencaci maki, bahkan tidak segan-segan menyiksa Rasulullah. Setiap jalan yang beliau lalui ditaburi kotoran haiwan dan duri.

Khadijah tampil mendampingi Rasulullah dengan penuh kasih sayang, cinta, dan kelembutan. Wajahnya senantiasa membiaskan keceriaan, dan bibirnya meluncur kata-kata jujur. Setiap kegundahan yang Rasulullah lontarkan atas perlakuan orang-orang Quraisy selalu didengarkan oleh Khadijah dengan penuh perhatian untuk kemudian dia memotivasi dan rnenguatkan hati baginda. Bersama Rasulullah, Khadijah turut menanggung kesulitan dan kesedihan, sehingga tidak jarang dia harus memendam perasaan agar tidak terli hat pada muka dan mengganggu perasaan suaminya. Yang keluar adalah tutur kata yang lemah lembut sebagai  penyejuk dan penawar hati.

Orang yang paling keras menyakiti Rasulullah adalah bapa saudaranya beliau sendiri, Abdul Uzza bin Abdul Muthalib, yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Lahab, beserta istrinya, Ummu Jamil. Mereka memerintah anak-anaknya untuk memutuskan pertunangan dengan kedua putri Rasulullah, Ruqayah dan Ummu Kultsum. Walaupun begitu, Allah telah menyediakan pengganti yang lebih mulia, yaitu Uthman bin Affan bagi Ruqayah.

Setelah berbagai upaya gagal dilakukan untuk menghentikan dakwah Rasulullah s.a.w, baik itu berupa rayuan, dan penyiksaan, kaum Quraisy memutuskan untuk memboikot dan mengepung kaum muslimin dan menulis deklarasi yang kemudian digantung di pintu Ka’bah agar orang-orang Quraisy memboikot kaum muslimin, termasuk Rasulullah, istrinya, dan juga saudaranya. Mereka diboikot oleh kaum Quraisy dalam bentuk  pengangkutan, komunikasi, dan keperluan sehari-hari lainnya.

Dalam keadaan seperti itu, Rasulullah dan istrinya dapat bertahan, walaupun fizikalnya sudah tua dan lemah. Ketika itu kehidupan Khadijah sangat jauh dan kehidupan sebelumnya yang bergelimang dengan kekayaan, kemakmuran, dan ketinggian derajat. Khadijah rela didera rasa haus dan lapar dalam mendampingi Rasulullah s.a.w. dan kaum muslimin. Dia sangat yakin bahawa tidak lama lagi pertolongan Allah akan datang. Keluarga mereka yang lain, sekali-kali dan secara sembunyi-sembunyi, mengirimkan makanan dan minuman untuk mempertahankan hidup. Pemboikotan itu berlangsung selama tiga tahun, tetapi tidak sedikit pun menggoyahkan akidah mereka, bahkan yang mereka rasakan adalah bertambah kukuhnya keimanan dalam hati. Dengan demikian, usaha kaum Quraisy telah gagal, sehingga mereka mengakhiri pemboikotan dan membiarkan kaum muslimin kembali ke Mekah. Rasulullah s.a.w pun kembali menyeru nama Allah Yang Mulia dan melanjutkan jihad beliau.


Wafatnya Khadijah binti Khuwailid

Sayyidah Khadijah sakit kuat akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan karena pemboikotan itu. Semakin hari, keadaan badannya semakin menurun, sehingga Rasulullah s.a.w semakin sedih. Bersama Khadijahlah baginda membangun kehidupan rumah tangga yang bahagia. Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia enam puluh lima tahun, Khadijah meninggal,selepas meninggalnya Abu Thalib. Khadijah dikuburkan di dataran tinggi Mekah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun. Rasulullah s.a.w sendiri yang mengurus jenazah istrinya, dan kalimat terakhir yang beliau ucapkan ketika melepas kepergiannya adalah: “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalab Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”

Khadijah meninggal setelah mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah dimiliki oleh wanita lain, Dia adalah Ummul Mukminin isteri Rasulullah yang pertama, wanita dan orang pertama yang mempercayai dan membenarkan risalah Rasulullah, dan wanita pertama yang melahirkan putera-puteri Rasulullah. Dia merelakan harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan jihad di jalan Allah. Dialah orang pertama yang mendapat khabar gembira bahwa dirinya adalah ahli syurga. Kenangan terhadap Khadijah senantiasa lekat dalam hati Rasulullah sampai beliau wafat. Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Khadijah binti Khuwailid dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.


والله أعلمُ بالـصـواب

Ahad, 18 Disember 2011

Asma' binti 'Umais, Rela Berhijrah Kerana Allah


Nama penuhnya ialah Asma' binti 'Umais bin Ma'ad bin al-Harith bin Taym bin Ka'ab bin Malik bin Quhafah bin 'Amir bin Rabi'ah bin 'Amir bin Muawiyah bin Zaid bin Malik Bin Bishr bin Wahabullah bin Syahran bin'Afras bin Khalaf bin Aftal. Ibunya pula bernama Hind binti 'Auf bin Zuhair. Asma juga dikenali sebagai ummu Abdillah.  Beliau antara golongan terawal yang memeluk Islam bersama-sama dengan suami tercinta Ja'afar bin Abi Talib. Sebagai golongan terawal yang memeluk Islam maka sudah semestinya beliau dan suami menghadapi cubaan dan tentangan yang hebat dari golongan msuyrikin Makkah. Bukan sahaja dihina malah merek juga dipukul dan disakiti oleh penduduk setempat. Disebabkan itu, Rasulullah s.a.w mencadangkan agar Asma' dan suaminya berhijrah sementara untuk mendapatkan perlindungan di Habsyah. 

Selepas Baginda mencadangkan penghijrahan kepada Asma', suaminya dan sahabat yang lain ke Habsyah, mereka semua beretuju dengan cadangan tersebut kerana raja yang memerintah Habsyah ketika itu ialah Raja Najasyi merupakan seorang raja yang baik, adil dan tidak kejam. Oleh itu mereka boleh meminta perlindungan daripada raja tersebut agar tidak diseksa dan dicederakan lagi oleh penduduk musyrikin Makkah. Dianggarkan hampir 80 orang yang berhijrah ke Habsyah. (Fiqh al-Sirah : Dr Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buti)

Melihat keadaan itu, penduduk Musyrikin Makkah menghantar utusan ke Habsyah untuk bertemu dengan Raja Najasyi. Mereka meminta agar penduduk yang berhijrah itu diusir daripada Habsyah. Untuk menjayakan rancangan kotor itu, mereka menawarkan pelbagai hadiah kepada raja sebagai imbuhan atau rasuah kepadanya. Raja Najasyi merupakan seorang raja yang bijak dan tidak mudah dipengaruhi begitu sahaja. Beliau tidak terus membuat keputusan namun sebaliknya beliau ingin mendengar penjelasan daripada rombongan Islam terlebih dahulu mengenai tujuan penghijrahan mereka dan perihal agama yang baru mereka anuti iaitu Islam. 

Suami Asma' iaitu Ja'afar bin Abi Talib merupakan ketua rombongan lantas bangun seraya berucap dihadapan Raja Najasyi. 

" Sebenarnya kami sewaktu masa dahulu menyembah patung berhala, makan bangkai, berperang, menindas, melakukan kejahatan dan kezaliman sehinggalah Allah s.w.t mengutuskan seorang rasul dalam kalangan kami juga. Rasul yang diutuskan olehNya memang sudah terkenal dalam kalangan kami sebagai seorang insan yang jujur, amanah, bercakap benar, berakhlak mulia dan bersifat dengan sifat yang terpuji. Beliau menyeru kepada kami semua agar meninggalkan penyembahan berhala yang tidak mempunyai apa-apa kuasa, berbuat baik kepada jiran tetangga, meninggalkan kejahatan dan peperangan lantas seruannya menyedarkan kami dan kami menerimanya dengan berlapang dada dan hati yang terbuka. Namun kaum kami sering jali  menyakiti dan menyeksa kami agar kami kembali kepada ajaran penyembahan patung berhala dan membuat kejahatan seperti sebelumnya. Disebabkan itu kami datang berhijrah ke negara Tuanku untuk mencari perlindungan dengan harapan kami diterima disini dari seksaan dan kezaliman mereka semua.

Ja'afar kemudian membaca ayat-ayat awal dari surah Maryam kepada Raja Najasyi. Apabila beliau mendengar bacaan itu, maka bergegarlah hatinya dan bercucuran air mata membasahi pipi dan janggutnya lalu berkata : Sesungguhnya apa yang engkau baca tadi adalah sama dengan apa yang dibawa oleh Isa a.s. Raja Najasyi kemudian mengucap syahadah dan memeluk agama Islam. Beliau kemudian mengusir wakil musyirikin Makkah dan membenarkan rombongan Islam itu untuk berlindung di negaranya. Asma' dan suaminya Ja'afar tinggal di Habsyah selama 15 tahun dan sepanjang tempoh itu mereka dikurniakan Allah dengan tiga orang cahaya mata iaitu Abdullah, Muhammad dan 'Aun. Abdullah merupakan bayi Muslim pertama yang lahir di Habsyah. (Nisa' Hawla al-Rasul; Muhammad Ali Qutb ms 213)

Setelah keadaan mengizinkan dan aman damai, Umat Islam yang berada di Habsyah pun berhijrah ke Madinah al-Munawwarah. Mereka menghadapi cubaan dan dugaan yang amat sukar untuk merentasi padang pasir yang panas dengan jarak yang jauh untuk kali keduanya selepas hijrah mereka yang pertama ke Habsyah. Semua itu ditempuhi dengan tenang dan sabar semata-mata kerana Allah s.w.t. Namun, setelah mereka selamat tiba di Madinah, ada suara-suara kecil yang memperlekehkan mereka kerana mereka bukanlah golongan awal atau pertama yang berhijrah ke Madinah sebagaimana golongan yang turut serta dengan Rasulullah s.a.w. Mereka berasa sedih kerana hijrah mereka diperkecilkan sedemikian rupa dan tidak dihargai setelah mengharungi penat lelah merentas padang pasir dari Habsyah. 

Asma' turut berasa sedih lalu mengadu kepada Rasulullah s.a.w perihal tersebut. Baginda berkata kepada Asma': "Bagi orang lain hanya satu hijrah tetapi bagi kamu semua dua Hijrah iaitu ke Habsyah dan Madinah". Bukan itu sahaja malah Baginda turut berasa gembira dan menyambut kehadiran mereka semua. Kebetulan ketika mereka sampai di Madinah, Baginda dan yang lain-lainnya sedang meraikan kemenangan dalam perang Khaibar. Oleh kerana berasa gembira dengan kehadiran mereka dari Habsyah, baginda bersabda: 

"Aku sendiri pun tidak tahu yang mana satukah yang aku lebih gembira, sama ada pembukaan Khaibar ataupun kedatangan Jaafar (ketua rombongan dari Habsyah)"

Asma' kemudian diuji Allah dengan kematian suaminya Ja'afar dalam peperangan Mu'tah dimana dia menjadi ketua penglima perang tersebut. Asma' berasa luluh dan sedih sekali kerana dia amat menyayangi suaminya itu. Mereka telah menempuh suka duka dan dugaan bersama-sama sejak di Makkah, Habsyah dan Madinah. Namun begitu Asma' tetap bersabar dan menerima ketentuan Ilahi dengan redha. Ketika keluarga Asma' diselubungi kesedihan, Rasulullah s.a.w bersabda :

"Buatlah makanan untuk keluarga Jaafar, sesungguhnya telah mendatangi mereka sesuatu yang menyibukkan mereka daripada menyediakannya "

Anjuran ini bermaksud seharusnya jiran tetanggalah yang menyediakan makanan dan meringankan beban keluarga si mati kerana mereka baru sahaja ditimpa musibah dan ujian Allah s.w.t disamping dalam kesedihan. Hari ini sebaliknya dimana keluarga si mati pula yang menjamu orang ramai. Sudahlah berada dalam kesedihan dan musibah kemudian terpaksa menjamu orang lain pula. Bukankah itu bertentangan dengan Islam dan apa yang dianjurkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Bukankah itu membebankan keluarga si mati dan dibimbangi memakan harta anak yatim?. Tidak kah anda berfikir..?

Selepas Peristiwa Hunain, Rasulullah s.a.w mengahwinkan Asma'  dengan sahabat baik baginda yang terkenal iaitu Abu Bakar as-Siddiq kerana ketika itu Abu Bakar kehilangan isterinya bernama Ummu Ruman. Mereka berdua pun hidup bahagia dan dikurniakan anak bernama Muhammad bin Abu Bakar. Mereka berdua saling sayang menyayangi sehingga ketika Abu Bakar hampir wafat, beliau mewasiatkan agar Asma' yang memandikan jenazahnya. Asma' kemudian menerima lamaran Sayyidina Ali r.a. selepas beliau kematian isterinya iaitu Fatimah al-Zahra. Maka mereka berdua pun berkahwin dan hidup berbahagia bersama anak-anak tercinta. 

Asma' dikhabarkan meninggal sebelum tahun 65H kerana ulama tidak bersepakat akan tarikh sebenar kewafatannya. Imam al-Zahabi menyatakan bahawa Asma' meninggal selepas kewafatan Ali r.a manakala al-Zarkali pula berpendapat Asma' meninggal pada tahun 40H. Ada juga berpendapat beliau meninggal tahun 60H. Walaubagaimanapun, perjalanan hidupnya amat mengagumkan dan seharusnya menjadi suri tauladan dan iktibar kepada muslimat, wanita Islam diluar sana, insyaAllah.




Sabtu, 10 Disember 2011

Asma' binti Abu Bakar Lahirkan Bayi Islam Pertama Di Madinah


Nama sebenar beliau ialah Asma' binti Abu Bakar as-Siddiq (Asma' binti Abdullah bin Abu Quhafah). Asma' dilahirkan pada tanggal 27 sebelum Hijrah iaitu anak kepada sahabat rapat Rasulullah s.a.w iaitu Abu Bakar as-Siddiq. Ibunya bernama Qutailah binti Abdul 'Uzza bin As'ad bin Jabir. Ibu Asma' telah diceraikan oleh ayahnya, Abu Bakar sejak zaman jahiliyyah lagi. Usia Asma' adalah 10 tahun lebih tua daripada saudara sebapanya, iaitu Aisyah Ummul Mu'minin bin Abu Bakar. Asma' antara orang terawal memeluk Islam. Menurut Ibnu Ishaq, Asma' adalah orang yang ke 18 yang memeluk Islam dan ketika itu usianya baru sahaja 15 tahun. Suami Asma' adalah Zubair bin Awwam dan mereka dikurniakan Allah beberapa orang anak iaitu:

  1. Abdullah bin Zubair
  2. 'Urwah bin Zubair
  3. Munzir
  4. Asim
  5. al-Muhajir
  6. Khadijah al-Kubra
  7. Ummu Hasan dan
  8. Aisyah
Asma' digelar Dzatun nithaqain (si empunya dua ikat pinggang) kerana semasa Baginda dan Abu Bakar dalam perjalanan Hijrah, beliau telah membekalkan makanan kepada merek berdua. Asma' mengambil tali ikat pinggangnya antas dipotong menjadi dua. Kemudian yang satu digunakan untuk sufrah (bungkus makanan untuk bekal) Rasulullah dan ayahnya manakala satu lagi untuk ikat pinggangnya.

Pengorbanannya dalam Islam sememangnya tinggi dan tererlah. Beliau banyak bersusah payah untuk membantu perjalanan Hijrah dari Makkah ke Madinah. Keberaniannya juga dikagumi ketika Baginda dan Abu Bakar keluar berhijrah, Asma' telah didatangi oleh orang Quraisy yang diketuai oleh Abu Jahal. Ketika Abu Jahal bertanya "Dimana Ayahmu?" Asma' dengan lantang menjawab "Aku tidak tahu!". Berulang kali soalan itu diajukan kepadanya namun beliau tetap menjawab dengan jawapan yang sama. Ketika Abu Jahal hilang sabar, Dia menampar muka Asma' dengan kuat hingga terasa pedih ditelinga Asma' namun dia tetap bersabar. 

Walaupun beliau seorang yang miskin ketika berkahwin dengan Zubair bin Awwam, beliau tetap bersedekah sesuai dengan kemampuannya. Asma' begitu terkesan dengan sabda Rasulullah s.a.w:
"Janganlah engkau menahan-nahan harta, maka Allah akan menahannya pula untukmu, oleh kerana itu keluarkan harta itu menurut kemampuanmu" (Riwayat Bukhari)

Asma sentiasa menasihatkan keluarganya agar bersedekah dan jangan menunggu hingga ada lebihan rezeki baru hendak bersedekah kerana jika ada lebihan harta, nescaya manusia akan inginkan yang lebih lagi kerana itu fitrah manusia cinta terhadap harta. Kerana itu beliau tidak menyimoan sesuatu untuk hari esok melainkan terus disedekahkan kepada mereka yang memerlukan. Betapa murah hati dan dermawannya beliau.


Asma' juga seorang yang kuat beribadah kepada Allah s.w.t. Ketika membaca al-Quran, beliau membaanya dengan penuh khusyu' sehingga menangis. Pernah dikhabar oleh anaknya bernama 'Urwah : Aku ingin berjumpa ibuku, sedangkan pada waktu itu beliau sedang menunaikan solat dan aku mendengar beliau membaca ayat ke 27 surah al-Tur :

Maka Allah mengurniakan kami rahmat dan taufikNya serta memelihara kami daripada azab neraka (Al-Tur:27)

Lalu ibuku memohon pemeliharaan Allah. Apabla aku berasa agak lama ibuku dalam keadaan sedemikian, aku pun pergi ke pasar. Alangkah terkejutnya aku apabila aku pulang dari pasar, aku maih mendapati ibuku (Asma') masih tidak berganjak malah menangis kerana memohon perlindungan Allah.

Beliau juga seorang yang berani dengan turut serta dalam perang Yarmouk bersama suaminya Zubair. Selain itu, beliau turut menghormati dan mengisihi ibunya meskipun ibunya itu tidak memeluk Islam. Asma' binti Abu Bakar r.a berkata : "Ibuku mendatangiku sedangkan dia seorang wanita musyrik di zaman Rasulullah s.a.w. Maka aku meminta fatwa kepada Baginda dengan mangatakan Ibuku mendatangiku dan menginginkan aku berbuat baik kepadanya, apakah aku boleh menyambungkan persaudaraan dengan ibuku. baginda bersabda 'Ya, sambungkanlah hubungan silaturahim dengannya'" 
(riwayat Bukhari dan Muslim)

Beliau juga dikagumi sebagai isteri yang taat dan solehah kepada suaminya. Meskipun hidupnya tidak senang dan mewah, namun Asma' tetap bersyukur malah membantu suaminya bekerja.  Asma' berkata: 

Zubair tlah mengahwiniku. Beliau tidak memiliki harta atau saudara maara dan apa pun di muka bumi ini kecuali kudanya. Oleh itu akulah yang memberi makan kepada kudanya, mencukupi bahan makanannya, mengurusnya, menumbukkan biji kurma bagi pengairannya dan membuat adunan roti. Aku biasanya memindahkan biji kurma dari tanah Zubair yang diberikan oleh Rasulullah s.a.w dengan menjunjungnya di atas kepalaku.

 Suatu ketika aku sedang berjalan sambil membawa kurma di atas kepalaku. Dipertengahan jalan, aku terserempak dengan Baginda dan beberapa orang sahabat Ansar yang sedang menunggang unta. Baginda kemudian mengajakku naik untuk dihantar pulang. Aku berasa sangat malu dengan sahabat Ansar yang berada disitu dan aku juga bimbang suamiku Zubair cemburu lantas marak kepadaku. Baginda memahami peraaanku lanta meninggalkanku dan aku segera pulang kerumah dan aku ceritakan hal itu kepada suamiku Zubair.Zubair berkata 'Demi Allah aku lebih cemburu kepadamu yang selalu membawa isi kurma d ata kepalamu sementara aku tidak dapat membantumu'

Setelah itu Abu Bakar memberikan pembantu rumah kepada Asma' maka ringanlah sedikit beban dan pekerjaan Asma'. Beliau juga turut berhijrah ke Madinah selepas Baginda dan ayahnya berhijrah meskipun ketika itu beliau sarat mengandung. Ketika sampai di Quba', Asma' melahirkan anaknya iaitu Abdullah bin Zubair yang mrupakan kanak-kanak Islam pertama yang dilahirkan di Madinah. Bagindalah yang mentahnik, berdoa untuknya dan menamakannya Abdullah. Ini telah menyangkal dakwaan kaum Yahudi yang kononnya menyumpah dan menyihir Orang Muhajirin agar tidak dapat melahirkan anak di Madinah.

Asma' wafat ketika beliau berusia 100 tahun iaitu pada tahun 73 Hijrah. Mekipun di usia yang sudah terlalu tua itu, beliau masih bersemangat memberi semangat juang kepada anaknya yang berangkat ke medan perang. Asma' binti Abdullah wafat ketika usia 100 tahun di Makkah dalam keadaan akal dab giginya nya yang masih sempurna .
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Makluman dari (WADi)


1. Selamat datang ke Laman WADi

2. Laman WADi adalah laman berbentuk ilmu pelbagai namun lebih menjurus kepada keagamaan.

3. Metod penulisan berdasarkan pelbagai sumber.Sumber utama adalah Al-Quran, Al-Hadith, Athar, dan Ijmak ulama' .

4. Pelawat bebas untuk follow atau tidak blog ini.

5. Pelawat dibenarkan untuk menjadikan WADi sebagai bloglist anda jika bermanfaat.

6. Anda dibenarkan untuk mengambil mana-mana artikel dan penulisan WADi dengan memberi kredit kepada WADi. Jika itu membuatkan anda berasa keberatan (memberi kredit kepada WADi, maka anda tidak perlu berbuat demikian). Asalkan ilmu itu sampai kepada semua. Terpulang kredibiliti anda sebagai penulis.

7. Tidak ada copyright di WADi, apa yang ditulis disini adalah untuk disampaikan. Ilmu itu milik Allah.

8. Penulis merupakan insan biasa yang banyak kesilapannya termasuk ketika menulis. Jika anda terjumpa sebarang kekeliruan, kesilapan berkaitan permasalahan hukum, dalil, hadith, atsar dan sebagainya , sila maklumkan WADi melalui email. Teguran secara baik amat kami hargai.

9. Hubungi saya melalui email : addien90@yahoo.com

10. Selamat membaca, menimba ilmu dan menyebarkan ilmu.

Klik Klik