Cari Entri WADi

Khamis, 8 Disember 2011

Mengenal Para Imam AhlusSunnah Ashabul Hadith


Sesungguhnya tidak ada keselamatan kecuali dengan mengikuti Kitab dan Sunnah dengan pemahaman salaful ummah. Tetapi kita tidak mungkin mendengar sunnah dan pemahaman mereka kecuali dengan melalui sanad (rantaian para perawi). Dan sanad termasuk dalam Dien. Maka lihatlah daripada siapa kalian mengambil Dien kalian. Sedangkan yang paling faham tentang sanad adalah Ahlul Hadits. Maka di dalam tulisan ini kita akan lihat betapa tingginya kedudukan mereka. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثًا فَبَلَّغَهُ ﴿رواه أحمد وأبو داود والترمذي وغيرهم وصححه الألباني﴾
"Allah mencerahkan (muka) seorang yang mendengar (hadits) daripadi kami, kemudian menyampaikannya." (Hadits Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud)[1]

Hadits ini dinukil oleh beliau Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizahullah di dalam kitab kecil yang berjudul Makanatu Ahlil Hadits (Kedudukan Ahlul Hadits), iaitu ketika menukil ucapan Imam besar Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib Al-Baghdadi (wafat 463 H) dari kitabnya Syarafu Ashabil Hadits yang ertinya "Kemuliaan Ashabul Hadits." Di dalam kitab tersebut, beliau menjelaskan kemuliaan dan ketinggian darjat Ahlul Hadits. Demikian pula beliau juga menjelaskan jasa-jasa mereka dan usaha mereka di dalam membela Dien ini, serta menjaganya daripada berbagai macam bid'ah.


 Di antara pujian beliau kepada mereka, beliau mengatakan: "Sungguh Allah telah menjadikan golongannya (Ahlul Hadits) sebagai tonggak syari'at. Melalui usaha mereka, Dia (Allah) menghancurkan setiap keburukan bid'ah. Merekalah kepercayaan Allah di antara makhluk-makhluk-Nya, sebagai perantara antara Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan umatnya. Dan merekalah yang bersungguh-sungguh dalam menjaga millah (Dien)-Nya. Cahaya mereka terang, keutamaan mereka merata, tanda-tanda mereka jelas, madzhab mereka unggul, hujjah mereka tegas...."

Setelah mengutip hadits di atas, Al-Khatib rahimahullah menukil ucapan Sufyan bin Uyainah rahimahullah dengan sanadnya bahawa dia mengatakan: "Tidak seorangpun mencari hadits (mempelajari hadits) kecuali pada mukanya ada kecerahan kerana ucapan Nabi shallallahu alaihi wa sallam: (kemudian menyebutkan hadits di atas). Kemudian, setelah meriwayatkan hadits-hadits tentang wasiat Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk memuliakan Ashabul Hadits, beliau meriwayatkan hadits berikut:

بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ ﴿رواه مسلم وأحمد والترمذي وابن ماجه والدارمي﴾
"Islam dimulai dengan keasingan dan akan kembali asing, maka berbahagialah orang-orang yang (dianggap) asing." (HR. Muslim, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)[2]

Setelah meriwayatkan hadits ini, Al-Khatib menukil ucapan Abdan rahimahullah daripada Abu Hurairah dan Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu: "Mereka adalah Ashabul Hadits yang pertama." Kemudian meriwayatkan hadits:

و إن هذه  الملة ستفترق على ثلاث و سبعين , ثنتان و سبعون في النار , و واحدة في الجنة
"Umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh 73 firqah, 72 di dalam neraka dan 1 di dalam syurga."[3]

Beliau (Al-Khatib) kemudian mengucapkan dengan sanadnya sampai kepada Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah bahawa dia berkata: "Tentang golongan yang selamat, kalau mereka bukan Ahlul Hadits, saya tidak tahu siapa mereka." (Hal 13, Syarafu Ashhabil Hadits oleh Al-Khatib). Kemudian Syaikh Al-Khatib menyebutkan hadits tentang thaifah yang selalu tegak dengan kebenaran:


"Akan tetap ada sekelompok dari umatku di atas kebenaran. Tidak merugikan mereka orang-orang yang mengacuhkan (membiarkan, tidak menolong) mereka sampai datangnya hari kiamat." (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud)[4]

Kemudian berkata (Al-Khatib Al-Baghdadi): Yazid bin Harun berkata: "Kalau mereka bukan Ashabul Hadits, aku tidak tahu siapa mereka." Setelah itu, beliau meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Abdullah bin Mubarak, dia berkata: "Mereka, menurutku, adalah Ashabul Hadits." Kemudian meriwayatkan juga dengan sanadnya dari Imam Ahmad bin Sinan dan Ali Ibnul Madini bahawa mereka berkata: "Sesungguhnya mereka adalah Ashabul Hadits, ahli Ilmu, dan Atsar." (Hal. 14-15)

Demikianlah, para ulama mengatakan bahwa Firqah Najiyah (golongan yang selamat) iaitu golongan yang selalu tegak dengan kebenaran dan selalu ditolong (Thaifah Manshurah), iaitu orang-orang yang asing (Ghuraba') di tengah-tengah kaum muslimin yang sudah tercemar dengan berbagai macam bid'ah dan penyelewengan dari manhaj As-Sunnah adalah Ashabul Hadits.



Siapakah Ashabul Hadits?

Hadits yang pertama yang kita sebut menunjukkan ciri khas Ashabul Hadits, yaitu mendengarkan hadits dan menyampaikannya. Dengan demikian, mereka boleh kita katakan sebagai para ulama yang mempelajari hadits, memahami sanad, meneliti mana yang shahih mana yang dhaif, kemudian mengamalkannya dan menyampaikannya. Merekalah pembela-pembela As-Sunnah, pemelihara Dien dan pewaris Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Rasulullah tidak mewariskan dirham atau dinar, tetapi mewariskan ilmu yang kemudian dibawa oleh Ahlul Hadits ini. Seorang Ahli Fiqih tanpa ilmu hadits adalah Aqlani(golongan yang mendahulukan aqal) dan Ahli Tafsir tanpa ilmu hadits adalah Ahli Takwil.

Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah (wafat 276 H) berkata: "... Adapun Ashabul Hadits, sesungguhnya mereka mencari kebenaran dari sisi yang benar dan mengikutinya dari tempatnya. Mereka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan mengikuti sunnah Rasul-Nya serta mencari jejak-jejak dan berita-beritanya (Hadits), baik ia di darat dan di laut, di Timur mahupun di Barat. Salah seorang daripada mereka (bahkan) mengadakan perjalanan jauh dengan berjalan kaki hanya untuk mencari satu berita atau satu hadits, agar dia mengambilnya langsung daripada penukilnya (secara dialog langsung). Mereka terus menyaring dan membahas berita-berita (riwayat-riwayat) tersebut sehingga mereka memahami mana yang shahih dan mana yang lemah, yang nasikh dan yang mansukh, dan mengetahui sesiapa daripada kalangan fuqaha yang menyelisihi berita-berita tersebut dengan pendapatnya (ra'yunya), lalu memberi peringatan kepada mereka. Dengan demikian, Al-Haq yang tadinya redup menjadi bercahaya, yang tadinya bercerai-berai menjadi terkumpul. Demikian pula, orang-orang yang sebelum itu jauh daripada sunnah menjadi terikat dengannya, yang tadinya lalai menjadi ingat padanya, dan yang dulunya berhukum dengan ucapan fulan bin fulan menjadi berhukum dengan ucapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam." (Ta'wil Mukhtalafil Hadits dalam Muqaddimah)



Imam Abu Hatim Muhammad Ibnu Hibban bin Muadz bin Ma'bad bin Said At-Tamimi (wafat 354 H) berkata: "...Kemudian Allah memilih sekelompok manusia daripada kalangan pengikut jalan yang baik dalam mengikuti sunnah dan atsar untuk memberi petunjuk kepada mereka agar selalu taat kepada-Nya. Allah indahkan hati-hati mereka dengan keimanan, dan memberikan pada lisan-lisan mereka Al-Bayan (keterangan), iaitu mereka yang menyingkap rambu-rambu Dien-Nya, mengikuti sunnah-sunnah nabi-Nya dengan menyelusuri jalan-jalan yang panjang, meninggalkan keluarga dan negerinya, untuk mengumpulkan sunnah-sunnah dan menolak hawa nafsu (bid'ah). Mereka memperdalami sunnah dengan menjauhi ra'yu ..." Pada akhirnya, beliau mengatakan: "Hingga Allah memelihara Dien ini melalui mereka untuk kaum muslimin dan melindunginya dari rongrongan para pencela. Allah menjadikan mereka sebagai imam-imam yang mendapatkan petunjuk di saat terjadi perselisihan dan menjadikan mereka sebagai pelita malam di kala terjadi fitnah. Maka merekalah pewaris-pewaris para nabi dan orang-orang pilihan..." (Al-Ihsan 1/20-23)

Imam Abu Muhammad Al-Hasan Ibnu Abdurrahman bin Khalad Ar-Ramhurmuzi (wafat 360 H) berkata: "Allah telah memuliakan hadits dan memuliakan golongannya (Ahlul Hadits). Allah juga meninggikan kedudukannya dan hukumnya di atas seluruh aliran. Didahulukannya ia (hadits) di atas semua ilmu serta diangkatnya nama-nama para pembawanya yang memerhatikannya. Maka jadilah mereka (Ahlul Hadits) inti agama dan tempat bercahayanya hujjah. Bagaimana mereka tidak mendapatkan keutamaan dan tidak berhak mendapatkan kedudukan tinggi, sedangkan mereka adalah penjaga-penjaga Dien ini atas umatnya..." (Al-Muhadditsul Fashil 1-4)

Imam Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi (wafat 405) berkata setelah meriwayatkan dengan sanadnya dua ucapan tentang Ahlul Hadits (yang ertinya): Umar bin Hafs bin Gayyats berkata: Aku mendengar ayahku ketika dikatakan kepadanya: "Tidakkah engkau melihat Ashabul Hadits dan apa yang ada pada mereka?" Dia berkata: "Mereka sebaik-baik penduduk bumi." Dan riwayat daripada Abu Bakar bin Ayyasy: "Sungguh aku berharap Ahli Hadits adalah sebaik-baik manusia." Kemudian beliau (Abu Abdullah Al-Hakim) berkata: "Keduanya telah benar bahwa Ashabul Hadits adalah sebaik-baik manusia. Bagaimana tidak demikian? Mereka telah mengorbankan dunia seluruhnya di belakang mereka. Kemudian menjadikan penulisan sebagai makanan mereka, penelitian sebagai hidangan mereka, mengulang-ulang sebagai istirahat mereka..." Dan akhirnya beliau mengatakan: "Maka akal-akal mereka dipenuhi dengan kelazatan kepada sunnah. Hati-hati mereka diramaikan dengan keredhaan di dalam segala keadaan. Kebahagiaan mereka adalah mempelajari sunnah. Hobi mereka adalah majlis-majlis ilmu. Saudara mereka adalah seluruh Ahlus Sunnah dan musuh mereka adalah seluruh Ahlul Ilhad dan Ahlul Bid'ah." (Ma'rifatu Ulumul Hadits 1-4)

Berkata Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali tentang Ashabul Hadits: "Mereka adalah orang-orang yang menjalani manhaj para shahabat dan tabi'in, yang mengikuti mereka dengan ihsan dalam berpegang dengan Kitab dan Sunnah, dan menggigit keduanya dengan geraham mereka, mendahulukan keduanya di atas semua ucapan dan petunjuk, sama ada di dalam masalah akidah, ibadah, mu'amalah, akhlak, politik, mahupun sosial.

Oleh sebab itu, mereka adalah orang-orang yang mantap di dalam dasar-dasar dan cabang-cabang Dien ini, sesuai dengan apa yang Allah turunkan dan wahyukan kepada Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam dan para hamba-Nya. Mereka tegak di dalam dakwah, mengajak kepada yang demikian dengan bersungguh-sungguh dan jujur dengan tekad yang kuat. Merekalah pembawa-pembawa ilmu Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan membersihkannya daripada penyelewengan orang-orang yang melampaui batas, daripada kedustaan-kedustaan orang-orang bathil dan daripada takwil-takwilnya orang-orang bodoh. Oleh kerana itu, mereka selalu mengintai, memperhatikan setiap firqah-firqah yang menyeleweng daripada manhaj Islam seperti Jahmiyyah, Mu'tazilah, Khawarij, Rafidhah, Murji'ah, Qadariyyah, dan setiap firqah yang menyeleweng daripada manhaj Allah di setiap zaman dan di setiap tempat. Mereka tidak peduli dengan celaan orang-orang yang mencela..."



Beliau pun akhirnya menyebut mereka sebagai golongan yang selamat (Firqah Najiyah) yang selalu tegak dengan kebenaran dan selalu ditolong oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala (Thaifah Manshurah) kemudian berkata: "Mereka, setelah shahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan pimpinan mereka Al-Khulafa'ur Rasyidin, adalah para tabi'in. Di antara tokoh-tokoh mereka adalah:


- Sa'id bin Musayyab (wafat setelah 90 H)
- Urwah bin Zubair (wafat 94 H)
- Ali bin Husain Zainal Abidin (wafat 93 H)
- Muhammad Ibnul Hanafiyah (wafat 80 H)
- Ubaidillah bin Abdullah bin Umar (wafat 106 H)
- Al-Qasim bin Muhammad bin Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq (wafat 106 H)
- Al-Hasan Al-Bashri (wafat 110 H)
- Muhammad bin Sirrin (wafat 110)
- Umar bin Abdul Aziz (wafat 101 H)
- Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (wafat 125 H) dan lain-lain.

Kemudian di antara tabi'ut tabi'in (pengikut tabi'in) tokoh-tokoh mereka adalah:

- Imam Malik (wafat 179 H)
- Al-Auza'i (wafat 198 H)
- Sufyan Ats-Tsauri (wafat 161 H)
- Sufyan bin Uyainah (wafat 198 H)
- Ismail bin Ulayyah (wafat 198 H)
- Al-Laits bin Sa'd (wafat 175 H)
- Abu Hanifah An-Nu'man (wafat 150 H) dan lain-lain.

Setelah para tabi'ut tabi'in adalah pengikut mereka, di antaranya:

- Abdullah bin Mubarak (wafat 181 H)
- Waqi' bin Jarrah (wafat 197 H)
- Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i (wafat 204 H)
- Abdurrahman bin Mahdi (198 H)
- Yahya bin Said Al-Qattan (wafat 198 H)
- Affan bin Muslim (wafat 219 H) dan lain-lain.

Kemudian pengikut mereka yang menjalani manhaj mereka di antaranya:

- Imam Ahmad bin Hambal (wafat 241 H)
- Yahya bin Ma'in (wafat 233 H)
- Ali Ibnul Madini (wafat 234 H), dan lain-lain.

Kemudian, murid-murid mereka seperti:

- Al-Bukhari (wafat 256 H)
- Muslim (wafat 261 H)
- Abu Hatim (wafat 277 H)
- Abu Zur'ah (wafat 264 H)
- Abu Dawud (wafat 275 H)
- At-Tirmidzi (wafat 279)
- An-Nasa'i (wafat 303 H), dan lain-lain.

Setelah itu, orang-orang generasi berikutnya yang berjalan di jalan mereka adalah:

- Ibnu Jarir At-Thabari (wafat 310 H)
- Ibnul Khuzaimah (wafat 311 H)
- Ad-Daruquthni (wafat 385 H)
- Ibnu Abdil Barr (wafat 463 H)
- Abdul Ghani Al-Maqdisi dan Ibnul Qudamah (wafat 620 H)
- Ibnu Shalih (wafat 743 H)
- Ibnu Taimiyyah (wafat 728 H)
- Al-Muzzi (wafat 743 H)
- Adz-Dzahabi (wafat 748 H)
- Ibnu Katsir (wafat 774)
- Dan ulama yang seangkatan di zaman mereka.

Kemudian yang setelahnya yang mengikuti jejak mereka di dalam berpegang dengan kitab dan sunnah sampai hari ini. Mereka itulah yang kita maksud dengan Ashabul Hadits.




Pembelaan Mereka terhadap Aqidah

Sebagaimana telah disebutkan di atas, mereka adalah pembawa ilmu dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka membelanya dan membersihkannya dari penyelewengan, kedustaan, dan takwil-takwil Ahli Bid'ah.

Maka, ketika muncul Ahli Bid'ah yang pertama iaitu Khawarij, Ali radhiallahu anhu dan para shahabat bangkit membantah mereka, kemudian memerangi mereka dan mengambil daripada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam riwayat-riwayat yang menyuruh untuk membunuh mereka dan mengkhabarkan bahwa membunuh mereka adalah sebaik-baik pendekatan diri kepada Allah. (Lihat Mawaqifus Shahabah fil Fitnah Bab 3 juz 2 hal 191 oleh Dr Muhammad Ahmazun)


Ketika Syiah muncul, Ali radhiallahu anhu menyebat orang-orang yang mengatakan dirinya lebih baik daripada Abu Bakar dan Umar dengan lapan puluh kali sebatan. Dan orang-orang ekstrim di kalangan mereka yang mengangkat Ali sampai ke tingkat Uluhiyyah (ketuhanan), dibakar dengan api. (lihat Fatawa Syaikhul Islam)

Demikian pula ketika sampai kepada Abdullah bin Umar radhiallahu anhu berita tentang suatu kaum yang menafikan (menolak) takdir dan mengatakan bahawa menurut mereka perkara ini terjadi begitu saja (kebetulan), beliau mengatakan kepada pembawa berita tersebut: "Jika engkau bertemu mereka, khabarkanlah kepada mereka bahawa aku berlepas diri (bara`) daripada mereka dan mereka berlepas diri daripada ku! Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalau salah seorang mereka memiliki emas segunung Uhud, kemudian diinfaqkan di jalan Allah, Allah tidak akan menerima daripadanya sampai dia beriman dengan taqdir baik dan buruknya." (HR. Muslim 1/36)

Imam Malik pun ketika ditanya tentang orang yang mengatakan bahwa Al-Qur`an itu makhluk, maka beliau berkata: "Dia menurut pendapat adalah kafir, bunuhlah dia!" Juga Ibnul Mubarak, Al-Laits bin Sa'd, Ibnu Uyainah, Hasyim, Ali bin Ashim, Hafs bin Gayats maupun Waqi bin Jarrah sependapat dengannya. Pendapat yang seperti ini juga diriwayatkan dari Imam Tsauri, Wahab bin Jarir dan Yazid bin Harun. (Mereka semua mengatakan): orang-orang itu diminta untuk taubat. Kalau tidak mahu, dipenggal kepala mereka. (Syarah Ushul I'tikad 494, Khalqu Af'alil Ibad hal 25, Asy'ariyah oleh Al-Ajuri hal 79, dan Syarhus Sunnah/Al-Baghawi 1/187)


Rabi' bin Sulaiman Al-Muradi, shahabat Imam Syafi'i, berkata: "Ketika Haf Al-Fardi mengajak Imam Syafi'I berbicara dan dia mengatakan Al-Qur`an itu makhluk, maka Imam berkata kepadanya: 'engkau telah kafir kepada Allah yang maha Agung." Imam Malik pernah ditanya tentang bagaimana istiwa` Allah di atas 'Arsy-Nya, maka dia mengatakan: "Istiwa` sudah diketahui (maknanya), sedangkan bagaimananya tidak diketahui. Dan pertanyaan tentang itu adalah bid'ah dan aku tidak melihatmu kecuali Ahli Bid'ah!" Kemudian (orang yang bertanya itu) diperintahkan untuk keluar dan beliau menegaskan bahawa sesungguhnya Allah itu di langit. Dan beliau juga pernah mengeluarkan seseorang dari majlisnya kerana dia seorang Murji'ah(Syarah Ushul I'tiqad 664)

Said bin Amir berkata: "Al-Jahmiyyah lebih jelek ucapannya daripada Yahudi dan Nasrani. Yahudi dan Nasrani dan seluruh penganut agama (samawi) telah sepakat bahwa Allah Tabaraka wa Ta'ala di atas Arsy-Nya, tapi mereka (Al-Jahmiyyah) mengatakan tidak ada sesuatu pun di atas Arsy." (Khalqu Af'alil Ibad hal 15)

Ibnul Mubarak berkata: "Kami tidak mengatakan seperti ucapan Jahmiyyah bahwa Dia (Allah) itu di bumi. Tetapi (kami katakan) Allah di atas Arsy-Nya beristiwa." Ketika ditanyakan kepadanya: "Bagaimana kita mengenali Rabb kita?" Beliau berkata: "Di atas Arsy... Sesungguhnya kami boleh mengkisahkan ucapan Yahudi dan Nasrani, tapi kami tidak mampu untuk mengkisahkan ucapan Jahmiyyah." (Khalqu Af'alil Ibad/Bukhari hal 15, As-Sunnah/Abdullah bin Ahmad bin Hambal 1/111 dan Radd Alal Jahmiyyah/Ad-Darimi hal. 21 dan 184)


Imam Bukhari berkata: "Aku telah melihat ucapan Yahudi, Nasrani dan Majusi. Tetapi aku tidak melihat yang lebih sesat dalam kekufuran selain mereka (Jahmiyah) dan sesungguhnya aku menganggap bodoh siapa yang tidak mengkafirkan mereka kecuali yang tidak mengetahui kekufuran mereka." (Khalqu Af'alil Ibad hal 19)

Dikeluarkan oleh Baihaqi dengan sanad yang baik dari Al-Auza'i bahawa dia berkata: "Kami dan seluruh tabi'in mengatakan bahawa sesungguhnya Allah di atas Arsy-Nya dan kami beriman dengan sifat-sifat yang diriwayatkan dalam sunnah." Abul Qasim menyebutkan sanadnya sampai ke Muhammad bin Hasan As-Syaibani bahawa dia berkata: "Seluruh fuqaha (ulama) di timur dan di barat telah sepakat atas keimanan kepada Al-Qur`an dan Al-Hadits yang dibawa oleh rawi-rawi yang tsiqah (terpercaya) daripada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang sifat-sifat Rabb Subhanahu wa Ta'ala tanpa tasybih(penyerupaan) dan tanpa tafsir (takwil). Barangsiapa menafsirkan sesuatu daripadanya dan mengucapkan seperti ucapan Jahm (bin Sufyan), maka dia telah keluar daripada apa yang ada di atasnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya, dan dia telah memisahkan diri dari Al-Jama'ah karena telah mensifati Allah dengan sifat yang tidak ada." (Syarah Ushul I'tiqad Ahlus Sunnah 740)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Manaqib Syafi'i daripada Yunus bin Abdul A'la: Aku mendengar Imam Syafi'i berkata: "Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang tidak seorangpun boleh menolaknya. Barangsiapa yang menyelisihinya setelah tetap (jelas) baginya hujjah, maka dia telah kafir. Adapun jika (menyelisihinya) sebelum tegaknya hujjah, maka dia dimaklumi kerana bodoh. Kerana ilmu tentangnya tidak boleh dicapai dengan akal dan mimpi. Tidak pula dengan pemikiran. Oleh sebab itu, kami menetapkan sifat-sifat ini dan menafikan tasybih sebagaimana Allah menafikan daripada dirinya sendiri." (LihatFathul Bari 13/406-407)


Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi berkata setelah meriwayatkan hadits tentang Allah menerima sedekah dengan tangan kanannya (muttafaqun alaih), katanya: "Tidak hanya satu dari Ahli Ilmu (ulama) yang telah berkata tentang hadits ini dan yang mirip dengan ini daripada riwayat-riwayat tentang sifat-sifat Allah seperti turunnya Allah tabaraka wa Ta'ala setiap malam ke langit dunia. Mereka semuanya mengatakan: Telah tetap riwayat-riwayat tentangnya, diimani dengannya, tidak menduga-duga dan tidak mengatakan "bagaimana". Demikian pula ucapan seluruh ahli ilmu dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah."

Demikianlah contoh ucapan-ucapan mereka dalam menjaga dan membela aqidah ini yang bersumber dari Al-Qur`an dan Sunnah. Al-Khatib Al-Baghdadi rahimahullah menukil daripada Abu Hatim dari Abdullah bin Dawud Al-Khuraibi bahawa Ashabul Hadits dan pembawa-pembawa ilmu adalah kepercayaan-kepercayaan Allah atas Dien-Nya dan penjaga-penjaga sunnah nabi-Nya, selama mereka berilmu dan beramal. Ditegaskan oleh Imam Ats-Tsauri rahimahullah: "Malaikat adalah penjaga-penjaga langit dan Ashabul Hadits adalah penjaga-penjaga dunia." Ibnu Zurai' rahimahullah juga menambahkan: "Setiap Dien memiliki pasukan berkuda. Maka pasukan berkuda di dalam Dien ini adalah Ashabul Asanid (Ahlul Hadits)." Mereka memang benar. Ashabul Hadits adalah pasukan inti dalam Dien ini. Mereka membela dan menjaga Dien dari penyelewengan, kesesatan dan kedustaan orang-orang munafiqin dan Ahlul Bid'ah. Hampir kesemua Ashabul Hadits menulis kitab-kitab tentang aqidah Ahlus Sunnah serta membantah aqidah dan pemahaman-pemahaman bid'ah dan sesat, baik itu fuqaha (ahli fiqh) mereka, mufasir (ahli tafsir) mereka mahupun seluruh ulama-ulama daripada kalangan mereka (Ahlul Hadits). Semoga Allah memberi pahala bagi mereka dengan amalan-amalan mereka, dan memberi pahala ke atas usaha mereka yang sampai hari ini dirasakan manfaatnya oleh kaum muslimin dengan ilmu-ilmu yang mereka tulis, riwayat-riwayat yang mereka kumpulkan dan hadits-hadits yang mereka periksa.

Akhirnya, marilah kita semak perkataan Imam Syafi'i rahimahullah ini: "Jika aku melihat seseorang dari Ashabul Hadits, maka aku seakan-akan melihat Nabi shallallahu alaihi wa sallam hidup kembali." (HR. Al-Khatib dengan sanad SHAHIH, Syaraf Ashabul Hadits hal 26)


Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang lebih dulu beriman daripada kami. Dan janganlah Kau jadikan di dalam hati kami kebencian atau kedengkian kepada mereka. Wahai Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun dan Maha Penyayang.

Amien ya rabbal 'alamin.




oleh: Ustadz Muhammad Umar As-Sewed
Editor: WADi
Sumber: Majalah Salafy edisi IV/Dzulqa'dah/1416/1996 rubrik Mabhats
http://salafy.iwebland.com/baca.php?id=44


[1] Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah berkata: "Hadits ini adalah SHAHIH, diriwayatkan oleh: Imam Ahmad dalam Musnad 5/183, Imam Abu Dawud dalam As-Sunan 3/322, Imam Tirmidzi dalam As-Sunan 5/33, Imam Ibnu Majah dalam As-Sunan 1/84, Imam Ad-Darimi dalam As-Sunan 1/86, Imam Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunan 1/45, Ibnu Abdil Barr dalam Jami Bayanil Ilmi wa Fadhlihi 1/38-39, lihat As-Shahihah oleh Al-Albani (404) yang diriwayatkan daripada banyak jalan sampai kepada Zaid bin Tsabit, Jubair bin Muth'im, dan Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhum."

[2] Syaikh Rabi' berkata: "Hadits ini SHAHIH. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya 1/130, Imam Ahmad dalam Musnadnya 1/398, Imam Tirmidzi dalam Sunannya 5/19, Imam Ibnu Majah dalam Sunnahnya 2/1319, dan Imam Ad-Darimi dalam Sunannya 2/402."
[3] Syaikh Rabi' berkata: "Hadits SHAHIH, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad 2/332. Imam Abu Dawud dalam Sunan 4/197, dan Hakim dalamMustadrak 1/128. Lihat Ash-Shahihah oleh Syaikh Al-Albani (204).
[4] Syaikh Rabi' berkata: "Hadits ini SHAHIH, diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya 3/1523, Imam Ahmad dalam Musnad 5/278-279, Imam Abu Dawud dalam Sunan 4/420, Imam Ibnu Majah dalam Sunan 1/4-5, Hakim dalam Mustadrak 4/449-450, Thabrani dalam Mu'jamul Kabir 7643, dan At-Thayalisi dalam Musnad hal. 94 No. 689. Lihat As-Shahihah oleh Al-Albani 270-1955."

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Makluman dari (WADi)


1. Selamat datang ke Laman WADi

2. Laman WADi adalah laman berbentuk ilmu pelbagai namun lebih menjurus kepada keagamaan.

3. Metod penulisan berdasarkan pelbagai sumber.Sumber utama adalah Al-Quran, Al-Hadith, Athar, dan Ijmak ulama' .

4. Pelawat bebas untuk follow atau tidak blog ini.

5. Pelawat dibenarkan untuk menjadikan WADi sebagai bloglist anda jika bermanfaat.

6. Anda dibenarkan untuk mengambil mana-mana artikel dan penulisan WADi dengan memberi kredit kepada WADi. Jika itu membuatkan anda berasa keberatan (memberi kredit kepada WADi, maka anda tidak perlu berbuat demikian). Asalkan ilmu itu sampai kepada semua. Terpulang kredibiliti anda sebagai penulis.

7. Tidak ada copyright di WADi, apa yang ditulis disini adalah untuk disampaikan. Ilmu itu milik Allah.

8. Penulis merupakan insan biasa yang banyak kesilapannya termasuk ketika menulis. Jika anda terjumpa sebarang kekeliruan, kesilapan berkaitan permasalahan hukum, dalil, hadith, atsar dan sebagainya , sila maklumkan WADi melalui email. Teguran secara baik amat kami hargai.

9. Hubungi saya melalui email : addien90@yahoo.com

10. Selamat membaca, menimba ilmu dan menyebarkan ilmu.

Klik Klik